free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

AJI- UNESCO Berikan Training, Tingkatkan Pemahaman Persma Akan Tantangan Serta Resiko Digital

Penulis : Bambang Setioko - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
AJI Indonesia berkolaborasi dengan Forum Alumni Aktivis Pers Mahasiswa dan didukung oleh UNESCO menggelar training bertajuk Practical MIL Workshops for the Student Press Associations. (Foto: Istimewa).

JATIMTIMES - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia berkolaborasi dengan Forum Alumni Aktivis Pers Mahasiswa dan didukung oleh UNESCO menggelar training bertajuk Practical MIL Workshops for the Student Press Associations. 

Kegiatan yang berlangsung selama dua hari 4-5 Mei 2025 bertempat di kampus IAIN dan UNISKA Kota Kediri tersebut diikuti sedikitnya 160 mahasiswa perwakilan dari lembaga pers mahasiswa di Indonesia.

Baca Juga : Jalan dan Irigasi Tembakau: Jejaring Baru dari DBHCHT untuk Tani Blitar

Kegiatan ini diselenggarakan karena mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang memiliki tanggungjawab sebagai lokomotif perubahan. Sedangkan pers adalah institusi sosial yang memiliki fungsi penting sebagai lembaga kontrol melalui lalu-lintas informasi. Sehingga istilah Pers Mahasiswa memiliki makna kebangkitan untuk kembali ke gelanggang perjuangan melawan tirani penindasan.

Foto: (Istimewa)

Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida mengatakan tujuan training tersebut adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran pers mahasiswa terhadap tantangan serta risiko yang dihadapi di era digital, termasuk ancaman terhadap kebebasan berekspresi, keamanan digital, dan perlindungan data pribadi.

“Nanti kita membekali peserta dengan pengetahuan dan keterampilan praktis untuk melindungi diri dari ancaman digital maupun fisik, serta membangun sistem keamanan yang mendukung keberlanjutan kerja-kerja jurnalistik pers mahasiswa,” jelas Nany.

Nany menambahkan, tak hanya memberikan keterampilan untuk melindungi diri, para peserta juga diberikan materi untuk memperluas pemahaman tentang pentingnya literasi digital dalam menghadapi tantangan misinformasi, disinformasi, dan ujaran kebencian di ruang digital, serta bagaimana pers mahasiswa dapat berperan aktif dalam menangkalnya.

“Training praktis ini dirancang dengan pendekatan partisipatif dan aplikatif, yang menekankan pada penguatan kapasitas pers mahasiswa dalam memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip Literasi Media dan Informasi (MIL) dalam kerja jurnalistik mereka,” imbuh Nany.

Adhar Muttaqin salah satu trainer menyampaikan bahwa keberadaan Pers Mahasiswa tak lagi bisa dibedakan dengan Pers Umum. Keduanya memiliki tugas dan tanggungjawab sosial yang sama sebagai clearing house atas segala informasi yang beredar dan berkembang di masyarakat. 

“Tahun-tahun menjelang pecahnya reformasi, ada kesadaran besar di kalangan aktivis pers mahasiswa untuk lebur menjadi bagian dari lembaga kontrol, sehingga mereka merasa wajib turut berjuang merebut kebebasan pers,” jelasnya di sela-sela memberikan materi tentang peran dan tanggung jawab pers mahasiswa.

Baca Juga : World App Aplikasi Apa? Hebohkan Media Sosial karena Tawaran Menggiurkan sekaligus Berbahaya

Tidak hanya itu, ratusan mahasiswa yang datang dari seluruh penjuru nusantara ini juga dibekali materi tentang Media and Information Literacy (MIL) atau istilah umum yang mencakup berbagai kompetensi yang memungkinkan individu dan kelompok untuk menavigasi beragam informasi dan saluran informasi dan komunikasi yang berkembang saat ini. 

Sementara itu, M. Ubaidillah, Trainer lainnya mengatakan, materi ini mencakup spektrum besar pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai. MIL memungkinkan warga, termasuk kelompok muda dan pers mahasiswa memperoleh kompetensi untuk memahami kebutuhan informasi, mencari, menemukan, mengevaluasi secara kritis, menggunakan, dan berkontribusi pada informasi dan konten media dengan bijak. MIL juga dapat diakses lengkap: https://www.unesco.org/mil4teachers/en/curriculum

“MIL memungkinkan penggunaan teknologi digital yang terarah dan kreatif dan memberdayakan semua pengguna melalui peningkatan pengetahuan tentang hak-hak online dan digital mereka, serta masalah etika seputar akses bagaimana menggunakan informasi. Warga yang melek media dan informasi diharapkan dapat terlibat secara lebih efektif dalam dialog, kebebasan berekspresi, akses ke informasi, kesetaraan gender, keragaman, perdamaian, dan pembangunan berkelanjutan,” ungkap Ubai.

Dalam dua hari tersebut, para peserta juga diberikan materi tentang peran Pers Mahasiswa sebagai media alternatif, kebebasan berekspresi dan akses informasi, disinformasi, misinformasi dan ujaran kebencian, kode etik jurnalistik dalam perkembangan teknologi, keamanan digital, fisik, psiko-sosial dan data pribadi, adaptasi MIL dalam organisasi Pers Mahasiswa.

“Training praktis ini dirancang dengan pendekatan partisipatif dan aplikatif, yang menekankan pada penguatan kapasitas pers mahasiswa dalam memahami dan mengimplementasikan prinsip-prinsip Literasi Media dan Informasi (MIL) dalam kerja jurnalistik pers mahasiswa,” pungkas Nany.