JATIMTIMES - Media sosial belakangan dihebohkan dengan munculnya aplikasi World App. Aplikasi tersebut bahkan disebut memberi Rp800 ribu bagi orang yang mau data retinanya direkam. Lantas World App sebenarnya aplikasi apa?
Fenomena aplikasi World App ini perhatian publik karena dinilai menggiurkan sekaligus mengundang pertanyaan soal keamanan data biometrik.
Baca Juga : Deretan Film Marvel Setelah Thunderbolts: Siap-Siap, Fase 6 Bakal Guncang Jagat Sinema
World App diketahui merupakan bagian dari proyek Worldcoin, yang dikembangkan dengan misi membangun identitas digital global melalui teknologi pemindaian iris mata.
Pengguna yang mendaftar dan mengikuti proses verifikasi identitas berbasis retina berhak menerima imbalan berupa aset digital yang dapat dikonversi menjadi uang tunai.
Di beberapa lokasi, terutama di wilayah Jabodetabek seperti Bekasi, imbalan yang diterima peserta disebut-sebut bervariasi, mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 800 ribu per orang.
Prosesnya melibatkan registrasi aplikasi, datang ke titik pemindaian resmi, dan menunggu transfer dana ke rekening pribadi dalam waktu 1x24 jam.
Setelah viral dan menyita perhatian banyak orang, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menilai ada unsur berbahaya di aplikasi ini dan mengambil langkah untuk membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID.
Apa Itu Aplikasi World?
Dilansir dari situs resminya world.org, World App adalah aplikasi resmi dari proyek Worldcoin, sebuah inisiatif global yang digagas oleh Sam Altman, pendiri OpenAI (pencipta ChatGPT). Aplikasi ini dirancang oleh Tools for Humanity sebagai dompet digital untuk mengelola mata uang kripto, menyimpan World ID (identitas digital), dan mengakses ekosistem World Network.
World ID sendiri merupakan semacam "paspor digital" yang memungkinkan pengguna mengakses layanan daring terdesentralisasi, seperti aplikasi kripto (dApps) dan situs web, dengan verifikasi bahwa mereka adalah manusia asli, bukan bot atau AI.
Untuk mendapatkan World ID, pengguna harus memindai iris mata menggunakan perangkat khusus bernama Orb, yang tersedia di lokasi tertentu, seperti ruko di dekat Stasiun Bekasi atau Suvarna Sutera, Tangerang. Proses ini hanya memakan waktu beberapa menit dan menghasilkan kode enkripsi unik tanpa menyimpan data pribadi seperti nama atau email.
Setelah verifikasi, pengguna menerima World ID dan, dalam beberapa kasus, token Worldcoin (WLD) yang dapat ditukar menjadi uang atau disimpan di dompet digital aplikasi.
Imingi-iming Uang
Daya tarik utama World App di Bekasi adalah imbalan finansial yang ditawarkan. Banyak warga melaporkan menerima uang tunai antara Rp200 ribu hingga Rp800 ribu setelah menyelesaikan proses pendaftaran dan pemindaian retina.
Namun, token WLD bersifat opsional dan bukan tujuan utama aplikasi. Worldcoin menekankan bahwa misi mereka adalah inklusi keuangan, memberikan akses kepada masyarakat yang belum terjangkau sistem keuangan tradisional, serta meningkatkan kontrol atas data pribadi melalui teknologi blockchain.
Dibekukan Komdigi
Baca Juga : MAN 2 Kota Malang Kuasai Podium Nasional di Olimpiade Sains Ma Chung 2025.
Setelah ramai di media sosial, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan operasi sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID.
Langkah tersebut diambil setelah viral PSE itu memberi Rp800 ribu bagi orang yang mau data retinanya direkam. Kejadian itu berlangsung di Bekasi dan viral di media sosial.
"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat," kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar dilansir situs resmi Komdigi, dikutip Senin (5/5).
Penelusuran awal Komdigi mengungkap PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Perusahaan itu juga tidak memiliki TDPSE seperti yang diwajibkan perundang-undangan.
Sementara itu, Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE, tetapi bukan atas nama PT Terang Bulan Abadi. Layanan itu menggunakan TDPSE atas nama PT Sandina Abadi Nusantara.
Alexander menerangkan setiap penyelenggara layanan digital wajib terdaftar secara sah dan bertanggung jawab atas operasional layanan kepada publik.
"Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius," ujarnya.