JATIMTIMES - Kabar tentang korupsi proyek Dam Kali Bentak senilai Rp 4,9 miliar terus bergulir bak bola panas. Kali ini, desakan datang dari LSM Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) yang meminta Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar mengungkap kemungkinan keterlibatan Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID) dalam proyek yang kini telah menyeret empat orang sebagai tersangka.
Koordinator GPI Blitar, Joko Prasetyo, tak menutupi kekecewaannya atas lambannya penyidik dalam menindaklanjuti dugaan peran TP2ID. Menurut Joko, pengakuan salah satu tersangka, yakni Kabid Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Blitar, Hari Budiono (HB) alias Budi Susu, sudah cukup menjadi petunjuk kuat. Melalui kuasa hukumnya, HB menyebut penunjukan CV Cipta Graha Pratama sebagai pelaksana proyek merupakan arahan dari TP2ID.
Baca Juga : 273 Imam Masjid di Kabupaten Blitar Terlindungi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
“Pejabat PUPR itu hanya pelaksana teknis. Keputusan strategis dan penunjukan rekanan bukan domain mereka,” kata Joko, Selasa (29/4/2025), menyampaikan kritik tajamnya kepada wartawan.
Menurutnya, praktik seperti itu telah melumpuhkan fungsi birokrasi. Peran penting seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) hanya menjadi formalitas administratif. Ia menambahkan, perubahan jenis bangunan dari sabo dam ke bendungan juga merupakan bentuk penyesatan publik.
Joko menilai, jika aparat penegak hukum hanya menyasar pihak-pihak teknis, maka kasus ini tidak akan benar-benar tuntas. Ia menegaskan, desakan untuk memeriksa anggota TP2ID bukan tanpa dasar. GPI mencium adanya alur kekuasaan informal yang mengintervensi proses perencanaan dan pelaksanaan proyek.
“Kalau TP2ID memang tidak terlibat, buktikan secara hukum. Tapi kalau ada arahan langsung, sudah seharusnya mereka juga dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya tegas.
Tidak hanya itu, GPI juga menyoroti peran lembaga pengawasan seperti Inspektorat dan DPRD, khususnya Komisi III, yang dianggap gagal menjalankan fungsi kontrol. Menurut Joko, diamnya lembaga pengawas terhadap proyek yang bermasalah menunjukkan lemahnya sistem checks and balances di Kabupaten Blitar.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Kabupaten Blitar tetap membuka ruang untuk pengusutan lebih lanjut. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Gede Willy, menegaskan bahwa pihaknya tak akan gentar menindak siapa pun yang terlibat, termasuk anggota TP2ID, selama alat bukti mengarah ke sana.
“Kami tidak ragu. Tapi tentu kami harus hati-hati dan mengumpulkan alat bukti yang cukup dulu,” ujar Willy, menanggapi sorotan publik terhadap lambannya penanganan kasus tersebut.
Baca Juga : Nikah SAE dan Romansa di Balik Mobil Dinas AG 1: Kisah Satria dan Niken dari Kota Blitar
Diketahui, dalam penyidikan yang berlangsung sejak awal 2024, Kejari Blitar telah menetapkan empat tersangka. Dua berasal dari pihak swasta, yakni Direktur CV Cipta Graha Pratama, M. Baweni, dan tenaga administrasi, M. Iqbal. Dua lainnya adalah ASN Dinas PUPR, yakni Sekretaris Dinas, Heri Santosa, dan Kabid SDA, Hari Budiono.
Penyidik juga memeriksa mantan Bupati Blitar periode 2021–2024, Rini Syarifah, serta kakaknya, M. Muchlison, yang merupakan anggota TP2ID. Bahkan, dua rumah mereka sempat digeledah tim kejaksaan.
Kasus Dam Kali Bentak menjadi gambaran betapa pembangunan infrastruktur rawan disusupi kepentingan politik dan jaringan kekuasaan non-formal. Di tengah upaya Kejaksaan mengurai benang kusut korupsi itu, tekanan publik kian menguat, meminta transparansi dan keseriusan dalam menegakkan hukum hingga ke akar-akarnya.
Kini, bola panas ada di tangan penegak hukum. Apakah Kejaksaan berani menembus lingkaran kekuasaan yang selama ini bersembunyi di balik jargon percepatan pembangunan, atau justru berhenti di level pelaksana teknis? Waktu akan menjawab. Namun bagi GPI dan masyarakat sipil lainnya, keadilan tak boleh berhenti di pinggir dam.