free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Hukum dan Kriminalitas

Calon Pekerja Migran Asal Malang Jadi Korban Penganiayaan PT NSP hingga Gagal Berangkat, SBMI Minta Usut Tuntas

Penulis : Hendra Saputra - Editor : Nurlayla Ratri

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Lia (bawa mic) saat mengeluhkan kondisi ketika berada di PT NSP dengan Hanifah (jaket hitam) yang terus menangis karena trauma (foto: Hendra Saputra/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Sejumlah calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang berada di Kota Malang kembali angkat bicara. Hal itu karena mereka sempat ramai karena menjadi korban penganiayaan hingga dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di PT NSP. 

Dina Nuryati, Dewan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Kota Malang mengatakan pihaknya mendapatkan aduan sebanyak enam surat kuasa yang masuk. Hal itu terkait dengan para korban yang tidak hanya gagal berangkat ke luar negeri, namun kini juga hidup dalam ketidakpastian, bekerja serabutan.

Baca Juga : 124 CJH di Jombang Tidak Melunasi Biaya Haji 2025

Bahkan, berdasarkan pengakuan korban, ada yang takut pulang ke kampung halamannya karena terlilit utang dan dokumen pribadi ditahan oleh PT NSP atau perusahaan yang mengaku sebagai penyalur resmi pekerja migran.

“Kemarin ada CPMI yang gagal berangkat keluar negeri. Padahal kemarin waktu lebaran, seharusnya mereka suka cita, tapi tidak jadi berangkat,” kata Dina, Senin (28/4/2025). 

“Sampai detik ini, kerap terjadi hal demikian. SBMI tidak akan berhenti sampai kasus ini selesai,” imbuh Dina yang juga bersama korban yang gagal berangkat. 

Sejak awal Maret 2025, SBMI menerima laporan dari para korban yang berasal dari berbagai kabupaten dan provinsi. Para korban diduga menjadi korban TPPO dalam proses penempatan oleh PT NSP. 

Perusahaan ini disebut memaksa para korban untuk mengikuti pelatihan yang disamarkan namun sebenarnya merupakan kerja paksa tanpa upah. 

Berdasarkan pengakuan korban, Dina menjelaskan bahwa kondisi tempat penampungan pun tidak layak, dan para korban mengalami kekerasan fisik maupun psikologis. Kasus ini sempat viral pada November 2024 setelah salah satu korban melaporkan tindak penganiayaan ke Polresta Malang, yang melibatkan pemilik PT NSP.

“Kami harap ini benar-benar tidak dilihat satu sisi kasusnya. Apapun pekerjaannya, tidak ada yang namanya pemukulan atau penganiayaan. Bagaimana memanusiakan manusia? Apa dibenarkan jika majikan pukuli pekerjanya. Ini sudah mencederai nilai kemanusiaan,” ungkap Dina. 

Dina mengaku bahwa saat ini sejumlah korban secara psikologi mengalami kondisi tertekan, bahkan ada pula yang mengalami trauma. Oleh karena itu, SBMI akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Terbaru, SBMI terus melakukan komunikasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). 

“Kami harap kasus ini jauh mendapatkan perhatian dari pusat. Karena kasus ini ada dugaan perdagangan orang, menggantung nasib orang, kemudian menahan dokumen penting seseorang,” ungkap Dina. 

“Kami mendesak pemerintah untuk memberi perhatian pada persoalan ini dari kejahatan perdagangan orang,” imbuh Dina. 

Berikut lima tuntutan SBMI pada kasus PT NSP yang telah masuk tahap dua atau di tangan Kejaksaan Negeri Kota Malang. 

Baca Juga : Said CJH Kota Batu Tertua, Berangkat Haji dari Hasil Jual Es Campur Legend

1. Menghukum berat para terdakwa Hermin Naning Rahayu dan Alti Baiquniati alias Ade
2. Mendesak kepolisian untuk menangkap Rayik Purwadi alias ROY yang telah mengekploitasi PMI tanpa memberikan upah (gratis) dengan dipekerjakan di Warung Roy pukul 06.00 hingga 23.00 WIB atau 17 jam. Korban sudah di berita acara dan keterangannya bisa dibuktikan serta telah memenuhi unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
3. Mendesak Kepolisian untuk menyelesaikan Proses kasus 351 (penganiayaan) dengan korban Hanifah dan tersangka Hermin Naning Rahayu sejak bulan November 2024, yang permasalahannya tidak P-21 sampai hari ini (6 bulan). Dan diduga kepolisian dari unit ranmor tebang pilih dalam penanganan nya. Sehingga menyebabkan ketidak pastian hukum sehingga Ibu dari korban Hanifah mengalami stroke bahkan koma dan sampe hari ini masih dirawat di ICU rumah sakit.
4. Menolak adanya intervensi pada proses hukum yang berjalan di aparat penegak hukum baik dari polisi, jaksa, maupun hakim.
5. Tegakkan keadilan dan kembalikan hak-hak para korban CPMI dari tersangka Hermin Naning Rahayu dan Alti Baiquniati alias Ade.

Sementara itu, Lia (57) warga Palembang yang merupakan salah satu korban PT NSP mengaku tertekan batin dan tidak bisa bertindak saat itu. Karena ia mengetahui bagaimana temannya diperlakukan oleh pihak PT NSP.  

“Mereka tertekan batin, tidak bisa bertindak. Saya asli Palembang, saya malu pulang karena punya utang,” kata Lia. 

Lia pun berharap kasus ini yang di dalamnya ada unsur penganiayaan tidak ditenggelamkan. Karena, korban mengalami trauma yang mendalam. 

“Kasus ini harapannya dimunculkan, jangan ditenggelamkan. Nasib kami tidak menentu di sana itu. Dan dokumen kami ditahan semua sama mereka,” imbuh Lia. 

Sementara itu, Hanifah warga asal Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang yang merupakan korban penganiayaan mengaku tidak terima diperlakukan seperti itu oleh PT NSP. Hanifah pun mengaku saat ini mengalami trauma, ditambah kondisi orang tuanya yang mengalami sakit.

“Saya harap ada penegakan hukum di sini,” kata Hanifah sembari menangis tersedu-sedu seakan selalu ingat kondisi yang dialami saat berada di PT NSP. 

Saat ini, kasus dugaan TPPO ini akan memasuki sidang perdana pada Rabu (30/4/2025) mendatang dengan tersangka HR alias Hermin dan DPP alias Ade. Wartawan JatimTIMES juga tengah melakukan upaya konfirmasi terhadap PT NSP dan Kejaksaan Negeri Kota Malang.