free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Hukum dan Kriminalitas

Insiden Jatim Park: Meski Mengganti Rugi, Pengelola Tetap Terancam Proses Hukum Pidana

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Sigit Budi Santoso, S.H., M.H., Pakar Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana (foto: Anggara Sudiongko/ JatimTIMES)

JATIMTIMES - DP (15), seorang pengunjung Jatim Park 1 mengalami insiden yang mengerikan saat bermain wahana Pendulum 360, Selasa (8/4/2025). Remaja asal Kota Malang ini jatuh terpental dari wahana tersebut hingga mengalami patah tulang pada kaki kanannya.

Terkait insiden ini, tentunya bahwa konsekuensi ganti rugi merupakan kewajiban dari pelaku usaha. Dan bahkan dalam proses ganti rugi terdapat mekanisme atau ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 Tahun 1999.

Pakar Sigit Budi Santoso, S.H., M.H

Baca Juga : Tingkat Fatherless di Indonesia Tinggi, BKKBN Jatim Edukasi Sasar Mahasiswa Surabaya

 

Sigit Budi Santoso, S.H., M.H., Pakar Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana, mengatakan pelaku usaha dalam hal ini wajib memberikan ganti rugi kepada korban. Dalam undang-undang tersebut, Pasal 19 ayat (1) menegaskan bahwa pelaku usaha wajib memberikan kompensasi atas kerugian yang diderita konsumen akibat barang yang cacat.

Kemudian pada Pasal 19 (3), terdapat waktu dalam tenggat penggantian ganti rugi. Poin tersebut menjelaskan bahwa pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7  hari setelah tanggal transaksi.

“Dalam hal ini, pelaku usaha wajib kooperatif dan memberikan solusi kepada korban. Ganti rugi bisa berupa pengembalian uang, penggantian barang atau jasa yang sejenis, atau bahkan perawatan medis yang dibutuhkan oleh korban," ujar Sigit Budi Santoso.

Lebih lanjut, Sigit menekankan bahwa jika pelaku usaha tidak memberikan tanggapan atau menolak memberikan ganti rugi, pada Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 Tahun 1999 juga telah diatur. Pada Pasal 23 dijelaskan pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan
dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan, konsumen berhak mengadukan hal ini ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ataupun menggugat di pengadilan. 

"Proses hukum ini memberikan kesempatan bagi korban untuk mendapatkan keadilan yang sepatutnya," katanya.

Namun, Sigit juga mengingatkan bahwa meskipun korban menerima ganti rugi, itu tidak menutup kemungkinan untuk proses hukum pidana. Jika terbukti ada kelalaian atau pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pengelola wahana, tuntutan pidana tetap dapat dilanjutkan. Ini menegaskan pentingnya bagi pengelola wahana untuk bertanggung jawab atas keselamatan pengunjung dan memastikan bahwa semua protokol keamanan dipatuhi dengan ketat.

Baca Juga : Fakta-Fakta Dugaan Eksploitasi Pemain Sirkus di Taman Safari

 

“Pengelola wahana harus selalu memastikan bahwa fasilitas yang mereka kelola aman dan layak digunakan. Selain itu, mereka juga harus siap menghadapi konsekuensi hukum jika terjadi kelalaian,” tambahnya.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya kewaspadaan dalam pengelolaan wahana rekreasi. Pemeliharaan yang rutin dan perhatian terhadap setiap detail keselamatan sangat diperlukan untuk menghindari potensi kerugian yang lebih besar. Pengelola wahana tidak hanya bertanggung jawab secara hukum, tetapi juga etis, untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan setiap pengunjung yang datang.

Terakhir Sigit menegaskan, bahwa pelaku usaha harus memahami bahwa perlindungan terhadap konsumen bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga diatur dalam hukum yang berlaku, yang mengharuskan mereka untuk bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen. Ke depan, diharapkan insiden serupa tidak terulang, dan semua pihak dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan operasional wahana rekreasi demi keselamatan bersama.