free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Hukum dan Kriminalitas

Fakta-Fakta Dugaan Eksploitasi Pemain Sirkus di Taman Safari

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Podcast korban dugaan eksploitasi manusia. (Foto: YouTube Forum Keadilan TV)

JATIMTIMES - Cerita pilu di balik gemerlapnya pertunjukan sirkus kembali mencuat. Kali ini, dugaan eksploitasi manusia di lingkungan Taman Safari Indonesia menjadi sorotan. Dua mantan pemain sirkus, Fifi dan Butet, akhirnya angkat suara setelah puluhan tahun bungkam, didampingi pengacara asal Surabaya, Muhammad Sholeh atau Cak Sholeh. 

Mereka menyebut telah menjadi korban penyiksaan dan kerja paksa sejak kecil. Butet dan Fifi mengaku tak pernah mengenal siapa orang tua kandung mereka. Mereka mengaku sejak kecil dibawa oleh pihak sirkus dan tak pernah lagi tahu kehidupan di luar lingkungan itu. 

Baca Juga : Wali Kota Malang Tanggapi Kasus Pelecehan Seksual di Kota Malang: Tunggu Laporan

“Saya tidak mengenal sama sekali orang tua. Sejak kecil sudah diambil oleh pihak sirkus,” ujar Butet dikutip dari kanal YouTube Forum Keadilan TV. 

Fifi pun mengungkapkan hal serupa. Ia mengaku telah hidup dalam sirkus sejak masih balita dan tidak pernah mendapatkan pendidikan formal. “Kami benar-benar diisolasi, sampai tidak tahu tahun dan tempat di luar sana,” katanya. 

Cak Sholeh menyebut tiga nama besar di balik dugaan eksploitasi ini, yakni Hadi Manansang, Jansen Manansang, dan Frans Manansang. Mereka disebut sebagai pemilik Taman Safari Indonesia. “Sebenarnya ada satu lagi, istrinya, tapi sudah meninggal,” ujarnya. 

Menurut Sholeh, kasus ini sudah dilaporkan ke Komnas HAM sejak 1997. Bahkan saat itu, Prof. Muladi yang menjabat sebagai anggota Komnas HAM sempat turun tangan dan mengeluarkan rekomendasi. “Sudah ada temuan bahwa ada eksploitasi anak, tidak mendapat pendidikan, dan penyiksaan. Tapi rekomendasi itu cuma jadi selembar kertas,” katanya. 

Yang lebih memilukan, menurut Cak Sholeh, para korban tidak pernah menerima gaji selama bertahun-tahun. “Selama puluhan tahun dari kecil sampai dewasa tidak pernah digaji. Cuma disuruh tampil setiap hari,” ujarnya. 

Fifi menambahkan bahwa ia juga kerap mendapat siksaan fisik. “Saya dua kali kabur karena sering disiksa, disuruh latihan terus, dipukuli. Saya nggak tahan,” ungkapnya. 

Ia bahkan pernah kabur tengah malam dari kompleks Taman Safari Cisarua. “Jam 1 malam saya kabur lewat hutan. Saya nggak takut setan, saya cuma takut balik lagi ke sana,” ucap Fifi. 

Pengakuan Fifi lebih mengerikan saat ia berhasil melarikan diri kedua namun kemudian tertangkap kembali. “Begitu ketemu, saya langsung dibawa balik, dipukuli di mobil. Sampai rumah, saya ditarik, diseret ke kantor, terus disetrum,” katanya. 

Selama dua minggu setelah kejadian itu, Fifi mengaku dirantai. “Tidurnya dirantai, kalau mau ke toilet harus minta dilepasin. Saya cuma bisa pipis kalau dibantu asisten,” ujarnya. 

Baca Juga : Wahana Pendulum 360 Jawa Timur Park 1 Bahayakan Wisatawan, Pelajar 13 Tahun Terpental hingga Patah Tulang Kaki

Penyiksaan disebutkan terjadi secara rutin. Fifi mengaku tubuhnya dipukul, rambut ditarik, perut ditonjok hingga ia mengompol. “Saya diseret, dianiaya, sampai akhirnya saya kabur lagi. Kali ini saya dibantu guru silat yang kerja di sana,” tutur Fifi. 

Fifi akhirnya memutuskan menikah dengan guru silat yang menolongnya sebagai satu-satunya jalan untuk bisa kabur permanen dari Taman Safari. “Saya bilang ke dia, saya nggak mau balik lagi. Saya takut. Akhirnya dia bilang, ya sudah kita nikah,” katanya. 

Ia menikah dengan wali hakim karena tak memiliki identitas resmi. “Saya nggak tahu umur saya, siapa orang tua saya, agamanya apa. Akhirnya saya masuk Islam dan ganti nama. Setelah itu saya lapor untuk minta perlindungan,” ujar Fifi. 

Cak Sholeh menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan hanya demi pengakuan atas kejahatan masa lalu, tetapi juga demi keadilan. Ia meminta agar Taman Safari Indonesia ditutup. 

“Kenapa kami tuntut Taman Safari ditutup? Karena dari awal tempat ini dibangun atas penderitaan orang-orang seperti Fifi dan Butet. Tidak ada itikad baik dari mereka sampai sekarang untuk menyelesaikan ini,” tegas Sholeh. 

Ia menambahkan, langkah hukum akan terus ditempuh. “Kami akan terus keliling ke Komisi III DPR, Komisi VIII, sampai ada tindakan dari negara. Jangan sampai negara abai terhadap kejahatan kemanusiaan ini,” kata Sholeh.

Kisah kelam yang dialami para korban ini sudah berlangsung lebih dari 28 tahun. Meski laporan ke Komnas HAM telah dilakukan sejak 1997, hingga kini belum ada penyelesaian berarti.
“Kami hanya ingin keadilan. Sudah lebih dari 28 tahun. Kalau memang ini negara hukum, tunjukkan,” pungkas Cak Sholeh.