free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Hiburan, Seni dan Budaya

Mataram Menyerang Tuban: Gelombang Pertama di Era Panembahan Senapati

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Gerbang masuk Makam Panembahan Senapati di Kotagede, Yogyakarta. Situs bersejarah ini merupakan bagian dari warisan Kesultanan Mataram pada abad ke-16. (Foto: Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Dalam sejarah panjang persaingan politik dan militer di Jawa, serangan Kesultanan Mataram terhadap Tuban pada tahun 1598-1599 menjadi salah satu momen penting yang memperlihatkan ambisi ekspansionis Panembahan Senapati. Kota pelabuhan yang berada di pesisir utara Jawa itu merupakan pusat perdagangan yang kaya, memiliki kekuatan politik yang tangguh, dan memainkan peran penting dalam dinamika kekuasaan antara kerajaan-kerajaan di Jawa. 

Serangan ini menjadi bagian dari strategi besar Mataram untuk menegaskan dominasinya atas wilayah pesisir utara, yang pada masa itu masih menjadi pusat kekuatan politik dan ekonomi yang relatif otonom dari pengaruh Mataram.

Baca Juga : Beasiswa 99 Unira Malang: Sasar Calon Maba Aktif Organisasi NU, Dapat Potongan UKT Rp 1 Juta

Namun, berbeda dengan penaklukan wilayah-wilayah pedalaman yang berhasil ditundukkan dengan cepat, perlawanan Tuban terbukti lebih keras. Kota ini bukan hanya sekadar pelabuhan dagang, tetapi juga pusat aristokrasi pesisir yang memiliki jaringan hubungan dengan berbagai kekuatan lain di Nusantara, termasuk Surabaya, Banten, dan bahkan pengaruh Islam konservatif dari Sunan Giri. 

Kegagalan Mataram dalam serangan pertamanya ke Tuban mencerminkan bagaimana kota ini tidak mudah ditaklukkan, bahkan oleh kekuatan sebesar Mataram yang mulai meneguhkan dominasinya di tanah Jawa.

Tuban: Kota Pelabuhan yang Tangguh

Menjelang akhir abad ke-16, Tuban masih menjadi salah satu kota pelabuhan terpenting di Jawa. Catatan dari sumber-sumber Eropa, khususnya dari pelaut Belanda yang singgah di sana pada akhir tahun 1598, menggambarkan Tuban sebagai sebuah kota feodal yang memiliki struktur pertahanan yang kuat. Kota ini dikelilingi oleh tembok besar, dengan pintu gerbang kayu yang kokoh. 

Raja Tuban pada masa itu digambarkan sebagai seorang penguasa yang memiliki kekuatan militer besar, mampu mengerahkan ribuan prajurit dalam waktu singkat, baik pasukan berkuda maupun infanteri.

Sumber Belanda yang tertuang dalam Begin ende Voortgangh menggambarkan istana raja Tuban dengan detail yang menarik. Istana ini besar, memiliki banyak ruangan, dengan dinding bata merah yang kokoh dan lantai berubin. 

Arsitekturnya memperlihatkan pengaruh Majapahit yang masih bertahan, dengan pendapa terbuka dan sistem tata ruang yang mencerminkan kesinambungan kebudayaan klasik Jawa. Selain itu, kemegahan istana juga tampak dari keberadaan gajah-gajah kerajaan, ratusan selir, dan koleksi kuda yang sangat dihormati oleh aristokrasi pesisir.

Secara ekonomi, Tuban tidak hanya menjadi pusat perdagangan regional, tetapi juga memiliki jaringan dagang yang luas, bahkan hingga ke Filipina. Para bangsawannya memiliki kapal-kapal dagang yang menjelajahi seluruh Nusantara, mengangkut berbagai komoditas dari rempah-rempah hingga kain. 

Namun, meski aktif dalam perdagangan, kaum bangsawan Tuban tetap mempertahankan gaya hidup aristokratis yang penuh gengsi. Mereka lebih melihat perdagangan sebagai simbol status daripada sebagai aktivitas ekonomi murni.

Mataram di Bawah Panembahan Senapati: Ekspansi ke Pesisir Utara

Sejak didirikannya Kesultanan Mataram oleh Sutawijaya, yang kemudian dikenal sebagai Panembahan Senapati, kerajaan ini terus melakukan ekspansi militer ke berbagai wilayah di Jawa. Berawal dari keberhasilannya menguasai Mataram (sebelumnya wilayah kekuasaan Pajang), Panembahan Senapati segera memperluas kekuasaannya ke wilayah-wilayah sekitarnya.

Setelah berhasil menaklukkan wilayah pedalaman seperti Madiun dan Ponorogo, Panembahan Senapati mulai mengarahkan perhatiannya ke pesisir utara. Wilayah pesisir ini masih menjadi pusat kekuatan politik yang relatif independen, dengan Tuban sebagai salah satu kota yang paling menonjol. Bagi Mataram, menguasai Tuban berarti mendapatkan akses ke jalur perdagangan utama, serta melemahkan pengaruh kerajaan-kerajaan pesisir lainnya seperti Surabaya dan Banten.

Namun, perlu dicatat bahwa sebelum serangan ke Tuban, Mataram sudah menghadapi berbagai tantangan besar. Pada tahun 1594, terjadi pertempuran di Uter yang berujung pada gugurnya Senapati Kediri, salah satu panglima utama Panembahan Senapati. Selain itu, pemberontakan Pati pada tahun 1600 menunjukkan bahwa masih banyak wilayah di Jawa yang belum sepenuhnya tunduk kepada Mataram.

Serangan Mataram ke Tuban (1598-1599)

Baca Juga : Unira Malang Tetap Buka Penerimaan Mahasiswa Baru Selama Cuti Libur Lebaran

Pada akhir tahun 1598, Panembahan Senapati melancarkan ekspedisi militer besar-besaran ke Tuban. Serangan ini kemungkinan besar dipicu oleh dua faktor utama, yaitu strategi ekspansi Mataram dan kekuatan politik serta ekonomi Tuban. Sejalan dengan ambisi Panembahan Senapati untuk menguasai seluruh Jawa, Tuban dianggap sebagai target strategis yang harus ditaklukkan sebelum Mataram dapat melanjutkan ekspansinya ke Surabaya dan wilayah pesisir lainnya. 

Selain itu, dengan sumber daya ekonomi yang besar dan kekuatan militer yang tangguh, Tuban dipandang sebagai ancaman bagi dominasi Mataram. Menguasai kota ini berarti melemahkan perlawanan dari kelompok-kelompok aristokrasi pesisir yang masih mempertahankan otonominya.

Namun, meskipun Mataram memiliki pasukan yang besar, serangan ini terbukti tidak mudah. Pertahanan Tuban yang kuat, ditambah dengan kesiapan militer rajanya, membuat pasukan Mataram mengalami kesulitan. Kota ini memiliki tembok pertahanan yang kokoh, serta pasukan yang mampu memberikan perlawanan sengit.

Sumber-sumber Belanda mencatat bahwa pada peralihan tahun 1598-1599, Tuban masih berkembang pesat dan rajanya tetap menjadi salah satu penguasa paling berpengaruh di Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa serangan Mataram kemungkinan besar mengalami kegagalan atau setidaknya tidak berhasil sepenuhnya menundukkan Tuban dalam waktu singkat.

Kegagalan ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kesiapan militer Tuban, struktur pertahanan kota yang kokoh, dan dukungan dari kekuatan lain. Raja Tuban memiliki kekuatan militer yang cukup besar, dengan pasukan berkuda dan infanteri yang terlatih. Selain itu, struktur pertahanan kota yang terdiri dari tembok besar yang mengelilingi kota serta sistem gerbang yang kuat menyulitkan pasukan Mataram untuk menembusnya. 

Tuban juga kemungkinan mendapat dukungan dari kerajaan-kerajaan pesisir lainnya seperti Surabaya dan bahkan Banten, yang memiliki kepentingan dalam mempertahankan kemerdekaan kota-kota pelabuhan dari dominasi Mataram.

Dampak dan Konsekuensi

Meskipun serangan pertama ke Tuban tidak menghasilkan kemenangan mutlak bagi Mataram, ekspedisi ini menjadi titik awal dari konflik panjang antara Mataram dan kota-kota pesisir utara. Kegagalan ini tidak menghentikan Panembahan Senapati untuk terus berusaha memperluas kekuasaannya, meskipun ia akhirnya wafat pada tahun 1601 sebelum dapat menaklukkan Tuban sepenuhnya.

Namun, warisan dari ambisi ekspansionis Panembahan Senapati diteruskan oleh putranya, Sultan Agung. Pada dekade berikutnya, Mataram akan kembali menyerang Tuban dengan kekuatan yang lebih besar di bawah kepemimpinan Sultan Agung, dalam upaya untuk benar-benar mengakhiri dominasi aristokrasi pesisir dan menjadikan Mataram sebagai kekuatan tunggal di Jawa.

Serangan Mataram terhadap Tuban pada tahun 1598-1599 mencerminkan betapa sulitnya menundukkan kota-kota pesisir yang memiliki kekuatan politik dan ekonomi yang mandiri. Tuban, dengan sistem pertahanan yang kokoh dan kepemimpinan yang kuat, berhasil bertahan dari serangan pertama Mataram. Peristiwa ini menandai awal konflik panjang antara Mataram dan kerajaan-kerajaan pesisir yang akhirnya akan membentuk lanskap politik Jawa di masa selanjutnya.