JATIMTIMES - Jagat media sosial baru-baru ini dihebohkan oleh kabar penemuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Jawa Timur. Warganet pun ramai mengaitkan temuan ini dengan berbagai kebijakan yang berlaku di kawasan tersebut, seperti larangan penggunaan drone, kewajiban pemandu pendakian, hingga penutupan jalur pendakian.
Menanggapi hal ini, Balai Besar TNBTS memberikan klarifikasi resmi untuk meluruskan informasi yang beredar. Simak klarifikasinya berikut ini.
Penemuan Ladang Ganja Tidak Berada di Area Wisata Bromo dan Semeru
Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, menegaskan bahwa narasi yang berkembang di media sosial tidak sepenuhnya benar. Ia menyatakan bahwa lokasi penemuan ladang ganja berada jauh dari area wisata Gunung Bromo maupun Gunung Semeru.

Peta area wisata Bromo dan pendakian Semeru dengan kawasan ladang ganja. (Foto: Instagram)
"Kasus penemuan tanaman ganja di kawasan Taman Nasional Tengger Semeru merupakan pengembangan dari kasus psychotropika yang ditangani oleh Lumajang dan kasus ini telah terjadi di bulan September tahun 2024," ujar Rudi, dalam keterangan resminya di Instagram @bbtnbromotenggersemeru.
Saat ini, pihak kepolisian telah menetapkan empat tersangka dalam kasus penanaman ganja tersebut. Namun, lokasi penemuan tidak berada di jalur pendakian Gunung Semeru atau area wisata Gunung Bromo. Menurut pihak TNBTS, jarak antara area wisata dengan lokasi penanaman ganja mencapai lebih dari 11 kilometer.
Baca Juga : Siapa Dhot Design yang Dikaitkan dengan Penemuan Ladang Ganja di Bromo?
"Lokasi penemuan ganja tidak berada pada areal wisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Baik itu di pendakian ke Gunung Semeru maupun di area wisata Gunung Bromo. Karena rata-rata jarak antara dua lokasi wisata itu ke area yang ditanami ganda lebih dari 11 KM panjangnya," tegasnya.
Larangan Drone di TNBTS Sudah Berlaku Sejak 2019
Terkait dengan larangan penggunaan drone di kawasan TNBTS, Rudijanta menjelaskan bahwa aturan ini telah diberlakukan sejak 2019 berdasarkan SOP Nomor SOP.01/T.8/BIDTEK/BIDTEK.1/KSA/4/2019 tentang Pendakian Gunung Semeru.
Larangan tersebut diterapkan bukan karena adanya ladang ganja, melainkan untuk menjaga keselamatan pengunjung serta menghormati tempat-tempat sakral masyarakat Suku Tengger.
"Aturan larangan penerbangan drone di pendakian Gunung Semeru telah diberlakukan sejak tahun 2019. Pelarangan penggunaan drone ini dimaksudkan untuk menjaga keselamatan pengunjung dan juga pengaturan pelarangan lokasi pengambilan drone dilakukan pada tempat-tempat sakral masyarakat Suku Tengger," jelasnya.
Selain itu, aturan pemungutan tarif penggunaan drone di kawasan konservasi mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 yang mulai diterapkan sejak Oktober 2024.
"Aturan pemungutan tarif penggunaan drone di dalam kawasan konservasi mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2024 yang terbit pada bulan September 2024. Diterapkan sejak bulan Oktober tahun 2024. Peraturan yang berlaku secara nasional di seluruh kawasan konservasi di Indonesia," tambahnya.
Penutupan Jalur Pendakian Semeru adalah Rutinitas Tahunan
Isu lain yang dikaitkan dengan penemuan ladang ganja adalah kebijakan penutupan jalur pendakian Gunung Semeru. Menanggapi hal ini, Rudijanta menegaskan bahwa penutupan jalur pendakian merupakan kebijakan rutin yang diterapkan setiap tahun, biasanya antara Januari hingga Maret.
"Khusus untuk penutupan pendakian aktivitas Gunung Semeru merupakan kegiatan yang rutin dilakukan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Biasanya dilakukan dari mulai bulan Januari hingga Maret. Dan ini juga berlaku di lokasi-lokasi pendakian gunung yang berada di kawasan konservasi lainnya. Hal ini dikarenakan cuaca yang tidak mendukung sehingga memberikan risiko bagi keselamatan pengunjung," ungkapnya.
Kewajiban Pemandu Bertujuan untuk Pemberdayaan Masyarakat
Terkait dengan kewajiban pendamping atau pemandu dalam pendakian Gunung Semeru, Rudijanta menyebut bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari program pemberdayaan masyarakat sekitar.
Baca Juga : Penemuan Ladang Ganja di Bromo dengan "Ramalan" Dhot Design, Kebetulan atau Nyata?
Selain itu, pemandu juga bertugas memberikan interpretasi dan edukasi kepada pendaki agar mereka mendapatkan pengalaman yang lebih baik selama perjalanan.
"Terkait dengan kewajiban penggunaan pendamping ataupun pemandu dalam pendakian Gunung Semeru merupakan bagian dari program pemberdayaan masyarakat yang ada di sekitar Gunung Semeru dan bermaksud memberikan pengalaman yang lebih baik kepada para pendaki melalui interpretasi yang diberikan oleh para pemandu ataupun pendamping. Karena wisata di Taman Nasional bukan seperti wisata biasa," jelasnya.
Balai Besar TNBTS mengimbau masyarakat untuk turut menjaga kelestarian kawasan konservasi dan segera melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwenang.
"Untuk itu dari Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk turut serta menjaga kelestarian kawasan konservasi dan melaporkan aktivitas yang mencurigakan kepada pihak berwenang, baik dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru maupun aparat-aparat lainnya," kata Rudi.
Kolaborasi antara pengelola kawasan, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat diperlukan agar keindahan dan keberlanjutan TNBTS tetap terjaga.
"Kolaborasi antara pengelola kawasan, aparat penegak hukum dan masyarakat diharapkan dapat membantu menjaga keindahan dan keberlanjutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, sebagai kawasan konservasi," pungkasnya.
Melalui klarifikasi ini, Rudi berharap masyarakat dapat memahami bahwa penemuan ladang ganja tidak terkait dengan aturan drone, penutupan pendakian, atau kewajiban pemandu. Semua kebijakan di TNBTS diterapkan untuk menjaga kelestarian alam serta keselamatan pengunjung.
"Informasi ini diharapkan dapat mengklarifikasi berita terkait keberadaan tanaman ganja, larangan penggunaan Drone di dalam kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan penutupan pendakian Gunung Semeru serta kewajiban pendamping maupun pemandu di dalam pendakian Gunung Semeru," pungkas Rudi.