Ketika Raja Jadi Redaktur Koran: Pakubuwono X dan Perubahan Arah Perjuangan
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Dede Nana
11 - Jun - 2025, 01:32
JATIMTIMES - Di tengah arus modernisme yang mulai membanjiri Hindia Belanda pada penghujung abad ke-19, sebuah babak baru dalam sejarah perjuangan nasional Indonesia perlahan namun pasti mengukir dirinya di atas lembaran-lembaran kertas cetak.
Dalam ruang simbolik yang dijaga ketat oleh struktur kolonial, muncul figur langka yang memainkan peran ganda: seorang raja yang menjadi juru bicara bangsanya dalam diam, dan dalam diam itu pula, menyebarkan bara nasionalisme.
Baca Juga : Siswa MTsN 2 Kota Malang Cetak Prestasi, Sukses Luncurkan Buku Berjudul Ayah, Izinkan Aku ke Kota
Dialah Sri Susuhunan Pakubuwono X, penguasa Kasunanan Surakarta yang dengan lihai memanfaatkan media cetak sebagai instrumen politik kultural.
Kelahiran Pakubuwono X pada Kamis Legi, 21 Rajab Tahun Alip 1795 atau 29 November 1866, merupakan titik awal dari takdir panjang yang akan membawanya menjadi raja Surakarta. Sejak usia tiga tahun, tepatnya pada 4 Oktober 1869, ia telah diangkat menjadi putra mahkota dengan gelar KGPAA Anom Amangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra Mataram.
Penobatannya sebagai raja berlangsung pada Kamis Wage, 12 Ramadhan Tahun Je 1822 atau 30 Maret 1893, dan secara resmi memakai gelar Sunan Pakubuwono X pada Kamis, 3 Januari 1901. Masa pemerintahannya berlangsung hingga wafatnya pada 2 Februari 1939.
Selama masa panjang pemerintahannya, Pakubuwono X tidak hanya menjadi simbol adat dan penguasa spiritual Mataram Islam di Surakarta, tetapi juga bertindak sebagai aktor aktif dalam lanskap media dan pergerakan nasional.
Melalui jalur pers, ia secara simbolik menyalurkan aspirasi kebangsaan rakyat Jawa yang kala itu tengah berada dalam tekanan sistem kolonial yang ketat.
Era awal abad ke-20 menjadi titik balik sejarah nasionalisme Indonesia. Seperti yang dipaparkan Muhidin M. Dahlan dalam Seabad Pers Kebangsaan, para tokoh pergerakan mulai berpaling dari medan tempur fisik menuju perjuangan lewat media cetak.
Pers menjadi kanal utama dalam penyebaran ide-ide kebangsaan. Dan dalam peta pergerakan itu, hampir semua figur sentral adalah tokoh pers. Mereka bukan hanya penulis, tetapi juga pemimpin redaksi, seperti H.O.S. Tjokroaminoto dengan Oetoesan Hindia, Ki Hajar Dewantara bersama De Express, Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir di Indonesia Merdeka, hingga Amir Sjarifuddin yang memimpin Banteng dan Daulat Rakyat.
Dalam konteks ini, peran Pakubuwono X menjadi istimewa...