JATIMTIMES – Sejumlah Sekolah Dasar (SD) di Kota Malang masih menghadapi tantangan kekurangan siswa baru di tahun ajaran ini. Namun, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang menegaskan, langkah penggabungan sekolah (merger) tak bisa dilakukan sembarangan meski ada sekolah dengan murid yang minim.
Kondisi ini terutama ditemukan di dua kecamatan, yakni Lowokwaru dan Sukun. Di dua wilayah tersebut, jumlah anak usia sekolah dasar tercatat mengalami penurunan, yang berdampak langsung pada minimnya peserta didik baru di beberapa SD.
Baca Juga : Pansus DPRD Jatim: Target Pertumbuhan Pendapatan Daerah dan PAD Terlalu Rendah
“Memang masih ada sekolah yang kekurangan siswa, tapi bukan berarti serta-merta bisa langsung digabung. Kami harus mempertimbangkan banyak aspek, termasuk tren pertumbuhan penduduk dan rencana pengembangan wilayah,” ujar Kepala Disdikbud Kota Malang, Suwarjana SE MM saat ditemui di Kantor Disdikbud Kota Malang belum lama ini.
Menurut catatan sementara, hanya dua SD yang saat ini tergolong benar-benar minim murid. Namun pihaknya belum menjelaskan detail sekolah yang mengalami kekurangan siswa tersebut. Sementara itu, pihaknya menegaskan, untuk melakukan penggabungan, Disdikbud menerapkan prinsip kehati-hatian.
“Regrouping hanya akan kami pertimbangkan jika selama tiga tahun berturut-turut jumlah siswanya tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan,” jelas Suwarjana.
Contohnya, SD di kawasan Jatimulyo yang sempat dilaporkan kekurangan siswa, kini telah mengalami penambahan peserta didik dari lingkungan sekitar. Sekolah tersebut pun dinyatakan dalam kondisi aman dan tetap beroperasi seperti biasa.
Rendahnya kepadatan penduduk usia sekolah menjadi penyebab utama dari persoalan ini. Selain itu, faktor jarak juga mempengaruhi keputusan orang tua dalam memilih sekolah.
“Anak SD itu masih kecil. Kalau sekolah terlalu jauh, otomatis orang tua harus mengantar. Ini jadi pertimbangan besar, apalagi untuk keluarga yang tidak punya kendaraan,” tambahnya.
Di sisi lain, pemahaman masyarakat juga turut memengaruhi persebaran siswa. Ada kecenderungan sebagian orang tua bersikap selektif dalam memilih sekolah, meskipun standar mutu pendidikan antar sekolah negeri tetap dijaga.
“Kadang masyarakat terlalu pilih-pilih. Kalau bukan sekolah A atau B, mereka tidak mau. Padahal semua sekolah negeri sudah punya standar pelayanan yang sama,” katanya.
Baca Juga : Viral Usai Mundur dari Vogue, Ini Sosok Anna Wintour
Untuk mengatasi kekosongan bangku di sekolah-sekolah tertentu, Disdikbud membuka pendaftaran secara offline, sebagai alternatif dari sistem online.
“Kalau semuanya harus online, malah membingungkan masyarakat. Jadi kami fasilitasi jalur offline agar lebih fleksibel,” ungkap Suwarjana.
Tahun ini, daya tampung SD negeri di Kota Malang mencapai sekitar 10.000 siswa. Jika digabung dengan SD swasta dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), total kapasitas mencapai 13.500 siswa. Namun, penyebaran siswa masih belum merata di semua wilayah.
Disdikbud memastikan akan terus memantau perkembangan ini. Evaluasi tahunan menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan ke depan, baik terkait penggabungan sekolah maupun pembukaan unit pendidikan baru di lokasi yang lebih strategis.
“Prinsip kami jelas: semua anak usia sekolah harus mendapatkan akses pendidikan yang layak, tanpa terhalang jarak maupun fasilitas. Karena itu, semua kebijakan akan kami ambil secara cermat dan berbasis data,” pungkasnya.