JATIMTIMES - DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) menyoroti kekosongan jabatan kepala desa (kades) di sejumlah wilayah di Jatim. Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim Budiono menyebut, sebanyak 125 desa di Jatim saat ini tidak punya kades definitif.
Dari jumlah tersebut, desa tanpa kades terbanyak terdapat di Kabupaten Bojonegoro. "Di Jawa Timur, saat ini ada sekitar 125 desa yang mengalami kekosongan jabatan kepala desa. Di Bojonegoro saja ada 20 desa,” ujar Budiono, Selasa (24/6/2025).
Baca Juga : Jadwal Pertandingan Porprov Jatim IX 2025 Hari Ini, Atlet Kota Malang Berlaga 10 Cabor
Kekosongan posisi kades tak kunjung terselesaikan lantaran tengah menunggu proses pengisian antarwaktu (PAW).
Menurut Budiono, penyebab kekosongan jabatan kepala desa ini bervariasi. Ada kades yang meninggal dunia, ada pula yang tersangkut kasus hukum, serta ada yang masa jabatannya telah berakhir.
Kondisi ini dapat berdampak signifikan terhadap jalannya roda pemerintahan desa. Karena itu, Budiono menegaskan, kekosongan jabatan kades tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut kepentingan publik di tingkat paling dasar pemerintahan.
Ia mengaku telah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten yang banyak terjadi kekosongan jabatan kades. Tujuannya, tak lain agar ada langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk percepatan pengisian jabatan ini.
"Selanjutnya, kami juga akan segera berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena ada beberapa regulasi yang perlu disinkronkan agar proses ini bisa berjalan seragam di seluruh wilayah Jawa Timur,” jelas legislator asal Dapil Bojonegoro - Tuban ini.
Politisi Partai Gerindra tersebut menambahkan bahwa Komisi A DPRD Jatim berencana melakukan kunjungan kerja ke Kemendagri pada bulan depan guna membahas percepatan pengisian kepala desa secara menyeluruh.
“Insya Allah bulan depan kami akan ke Kemendagri. Kekosongan jabatan ini bukan hanya soal administratif, tapi juga soal pelayanan publik dan kesinambungan pembangunan desa. Oleh karena itu, perlu sinkronisasi regulasi agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda antardaerah,” paparnya.
Baca Juga : Desa Peduli Anak: Sidomulyo, Selorejo, dan Ngrejo Torehkan Capaian KIA Tertinggi di Blitar
Budiono menilai, sinkronisasi peraturan antara pusat dan daerah menjadi krusial untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan kebingungan di tingkat bawah. “Intinya, jangan sampai kekosongan kepala desa ini menjadi celah bagi ketidakpastian hukum dan politik di desa. Kami ingin semuanya berjalan sesuai aturan, tapi juga tidak menghambat pelayanan dan pembangunan,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Jatim Saifudin Zuhri turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap kondisi ini. Ia menilai bahwa kekosongan kepala desa dalam jumlah besar sangat berpotensi mengganggu jalannya pelayanan publik dan menghambat pelaksanaan program-program pembangunan, terutama yang bersumber dari pemerintah pusat.
“Peran kepala desa sangat sentral. Mereka bukan hanya pemimpin administratif, tapi juga ujung tombak pembangunan desa. Banyak proyek dari pusat yang sasarannya langsung ke desa, termasuk Dana Desa. Jika tidak ada kepala desa definitif, tentu proses penyerapan dan pelaksanaannya akan terganggu,” kata Saifudin Zuhri.
Ia menekankan pentingnya keberadaan kades dalam menjaga stabilitas sosial dan politik di tingkat lokal. Kekosongan jabatan, menurutnya, berpotensi menimbulkan gesekan antar kelompok masyarakat, terutama jika proses pengisian jabatan tidak berjalan transparan.
“Kami mendorong agar pengisian kepala desa dilakukan secepat mungkin. Jangan sampai pelayanan kepada masyarakat terganggu hanya karena belum ada pejabat yang memiliki otoritas penuh. Kepala desa bukan hanya simbol, tapi mereka punya fungsi strategis dalam tata kelola desa,” jelas politisi PDIP itu.