free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Serba Serbi

Apakah Sarjana Hanya Menambah Jumlah Pengangguran?

Penulis : Publisher Jatim Times - Editor : Redaksi

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Pengangguran (Christin Hume via Unsplash)

Fenomena pengangguran di kalangan sarjana semakin menjadi sorotan. Lulusan perguruan tinggi yang seharusnya menjadi aset pembangunan, justru banyak yang kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Pertanyaannya, apakah sarjana kini hanya menambah angka pengangguran di Indonesia?

Baca Juga : 5 Kesalahan yang Bikin Kamu Sulit Gemuk

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan perguruan tinggi mencapai 6,18%, lebih tinggi dibandingkan lulusan SMA dan SMK. Artinya, dari seluruh penganggur di Indonesia, jumlah lulusan sarjana yang belum bekerja masih cukup signifikan.

1. Pendidikan Tinggi Tak Selalu Menjamin Pekerjaan

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menyebutkan bahwa tingginya angka pengangguran sarjana disebabkan oleh ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan industri. "Kita masih kekurangan link and match antara dunia pendidikan dan dunia kerja," ujarnya.

Banyak sarjana yang hanya menguasai teori tanpa memiliki keterampilan praktis atau pengalaman kerja yang dibutuhkan perusahaan.

2. Persaingan Semakin Ketat di Dunia Kerja

Setiap tahun, Indonesia meluluskan lebih dari 1 juta sarjana baru, yang bersaing dengan pencari kerja dari lulusan tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, pertumbuhan lapangan kerja belum mampu mengimbangi pertambahan jumlah angkatan kerja terdidik.

Menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, "Pertumbuhan ekonomi dan sektor industri yang lambat berdampak langsung terhadap serapan tenaga kerja, termasuk lulusan perguruan tinggi."

3. Kualitas Lulusan Berbeda-beda

Tak semua kampus memiliki standar pendidikan yang sama. Masih banyak perguruan tinggi yang kurang membekali mahasiswanya dengan soft skill, digital literacy, dan kemampuan adaptif yang kini jadi syarat utama di era industri 4.0.

Solusi:

Meningkatkan kurikulum berbasis kebutuhan pasar kerja.

Kolaborasi aktif antara kampus dan pelaku industri.

Mendorong mahasiswa aktif dalam program magang atau sertifikasi profesi.

4. Mindset Lulusan yang Terlalu Selektif

Sebagian lulusan baru enggan mengambil pekerjaan di luar bidang studi atau yang dianggap "tidak sesuai passion". Akibatnya, mereka menunggu terlalu lama untuk pekerjaan ideal dan akhirnya menganggur.

Padahal, pekerjaan awal bisa menjadi batu loncatan untuk membangun pengalaman dan jejaring profesional.

Baca Juga : Duta FKIP Unisba 2025–2027 Resmi Dilantik, Siap Bawa Misi Intelektual ke Masyarakat

5. Meningkatkan Daya Saing Sarjana Indonesia

Untuk keluar dari stigma “sarjana pengangguran”, diperlukan usaha kolektif:

Individu: Mengasah keterampilan tambahan seperti digital skill, bahasa asing, atau sertifikasi profesional.

Kampus: Memberikan pembinaan karier, program magang, dan pelatihan soft skill.

Pemerintah: Mendorong program padat karya, inkubasi bisnis, dan pelatihan kerja berbasis digital.

Kesimpulan

Label bahwa sarjana hanya menambah jumlah pengangguran tidak sepenuhnya benar, namun juga tidak keliru. Masalah utamanya adalah ketidaksesuaian antara kompetensi yang dimiliki dengan kebutuhan industri.

Pendidikan tinggi tetap menjadi jalan penting untuk memperbaiki kualitas hidup, namun perlu dibarengi dengan keterampilan praktis, pengalaman, dan adaptasi terhadap perubahan dunia kerja.