free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Benarkah Penggunaan Gadget Berlebihan Bisa Picu Ide Bunuh Diri? Begini Penjelasan Psikolog 

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Ilustrasi dampak buruk gadget (pixabay)

JATIMTIMES - Belakangan ini, beredar isu yang mengatakan bahwa penggunaan gadget yang berlebihan dapat memicu keinginan seseorang untuk bunuh diri. Lantas apakah klaim tersebut benar adanya? Ibnu Sutoko, S.Psi., M.Psi, seorang psikolog dan dosen salah satu kampus swasta di Malang, memberikan penjelasan mendalam mengenai hubungan antara keduanya. 

Menurutnya, meskipun penggunaan gadget dan ide bunuh diri tidak memiliki hubungan langsung, keduanya bisa saling mempengaruhi melalui proses yang lebih kompleks. “Penting untuk diingat bahwa hubungan ini tidak bersifat langsung. Ada faktor-faktor lain yang turut berperan dalam menghubungkan kedua hal tersebut,” kata Ibnu Sutoko. 

Baca Juga : Mahasiswa PPG Prajab Unisma 2024 Luncurkan BESTE, Program Inovatif Tingkatkan Kompetensi Bahasa Inggris Siswa

Ia menjelaskan bahwa gadget, melalui konten yang dikonsumsi, dapat memicu reaksi emosional seseorang. Misalnya, konten-konten yang menunjukkan kehidupan ideal seperti keluarga bahagia atau pencapaian yang sukses, dapat memperburuk kondisi psikologis individu yang sedang menghadapi permasalahan serius dalam hidupnya.

Menurut Ibnu, seseorang yang tengah menghadapi masalah berat bisa merasa semakin tertekan ketika melihat kehidupan orang lain yang tampak sempurna, seperti yang sering tampil di media sosial. Hal ini memperburuk perasaan frustasi dan cemas yang mereka alami. 

"Misalnya, seseorang yang sedang dilanda masalah berat, lalu melihat gambar tentang keluarga harmonis yang tidak ia miliki. Itu akan memicu konflik dalam dirinya," jelasnya.

Ibnu juga menambahkan bahwa orang yang cenderung berpikir untuk bunuh diri biasanya sedang mencari alasan untuk membenarkan keadaan mereka. Dalam hal ini, algoritma media sosial sering kali memperburuk keadaan dengan terus menampilkan konten yang relevan dengan perasaan pengguna. 

“Penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa paparan layar lebih dari delapan jam per hari, terutama di media sosial, sangat berisiko meningkatkan ide bunuh diri,” kata Ibnu.

Meski begitu, Ibnu menegaskan bahwa kecanduan gadget belum dapat dikategorikan sebagai gangguan psikologis secara klinis, meskipun hal tersebut harus mendapatkan perhatian serius. "Kondisi ini lebih kepada perhatian yang perlu ditangani, meski tidak termasuk gangguan medis," tambahnya. 

Selain itu, Ibnu juga menjelaskan bahwa ide bunuh diri sangat dipengaruhi oleh usia seseorang. Remaja lebih rentan karena mereka sedang mencari identitas diri, sedangkan dewasa muda menghadapi tekanan dalam hubungan dan pekerjaan. Pada usia yang lebih tua, faktor kesepian dan penurunan produktivitas menjadi masalah utama.

Faktor utama yang memicu ide bunuh diri, menurut Ibnu, adalah penumpukan emosi yang tidak terungkap. Penumpukan tersebut kemudian terakumulasi menjadi bom waktu, bilamana seseorang tersebut tak memiliki benteng atau mampu untuk mengontrol dirinya. "Masalah yang tidak terselesaikan akan menumpuk dan pada akhirnya dapat meledak," ungkapnya.

Baca Juga : 7 Fakta Menarik Apakah Daun Mint Aman untuk Penderita Maag?

Meskipun kasus bunuh diri meningkat belakangan ini, Ibnu mengungkapkan bahwa fenomena ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Teknologi dan media yang semakin terbuka justru membuat kasus-kasus tersebut lebih tampak. 

"Teknologi memungkinkan siapa saja mengakses informasi, bahkan yang berhubungan dengan hal-hal negatif seperti perjudian online, yang akhirnya membuat beberapa orang merasa tidak punya pilihan selain mengakhiri hidup mereka karena masalah utang yang menumpuk," jelasnya.

Selain itu, Ibnu juga memperingatkan tentang dampak negatif dari pemberitaan mengenai bunuh diri. Menurutnya, informasi mengenai cara-cara bunuh diri yang dilaporkan di media bisa memengaruhi individu lain yang sedang berada dalam krisis. Mereka yang bingung mencari cara untuk mengakhiri hidup bisa terpicu untuk meniru metode yang diberitakan. Untuk itu, Ibnu mengimbau agar masyarakat lebih bijaksana dalam mengonsumsi dan menyebarkan informasi tentang kasus bunuh diri.

Sebagai langkah pencegahan, Ibnu menekankan pentingnya kesadaran untuk mencari bantuan profesional saat merasa kesulitan mengatasi masalah pribadi. “Jika merasa tidak mampu mengatasi masalah sendiri, jangan ragu untuk mencari bantuan. Kita harus sadar bahwa masalah tersebut perlu diselesaikan dengan cara yang sehat,” ujarnya.

Ibnu juga menekankan pentingnya dukungan dari lingkungan sekitar. Perubahan perilaku, seperti menarik diri dari kehidupan sosial, harus menjadi perhatian dari keluarga dan teman-teman. Ibnu menyarankan agar mereka yang mengalami gejala ide bunuh diri untuk meningkatkan produktivitas dan memperluas jejaring sosial. 

“Ciptakan cara-cara sehat untuk mengatasi stres dan lakukan aktivitas yang bisa mengalihkan perasaan negatif sebagai langkah awal pencegahan,” tutupnya.