free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

Penolakan Apartemen dan Hotel di Kota Malang, Kepala Disnaker-PMPTSP: Kewenangan Pusat

Penulis : Irsya Richa - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Area rencana pembangunan mega proyek apartemen dan hotel di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. (Foto: Irsya Richa/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Warga menolak adanya rencana pembangunan mega proyek apartemen dan hotel di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Hanya saja, kewenangan perizinan proyek tersebut berada di tangan pemerintah pusat.

Penolakan ini dilayangkan lantaran bayang-bayang kerusakan lingkungan dan hilangnya ruang hidup yang membayangi warga jika apartemen dan hotel itu terbangun, khususnya bagi warga di Jalan Candi Kalasan, yang tempat tinggalnya berada tepat bersebelahan dengan lahan lokasi proyek tersebut.

Baca Juga : Sekolah di Jatim Dilarang Gelar Wisuda, Kepsek yang Bandel Terancam Dicopot

penolakan-apartemen-dan-hotel-kota-malang-04.jpg

“Warga itu punya hak untuk membuat suatu statement atau menyampaikan aspirasinya. Tetapi, kita ini kan ada aturan yang harus dilewati ketika mendirikan suatu usaha,” ungkap Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan.

Terlebih pihaknya hanya menjadi fasilitator. Lantaran kapasitas kewenangan pembangunan mega proyek tersebut ada di pemerintah pusat.

“Mulai dari pengurusan izin Amdal yang harus dilalui ketika nanti pengajuan PBG. Mereka (perusahaan) ngurusnya di Jakarta, di kementerian,” tambah Arief, Minggu (18/5/2025).

Hal ini berdasarkan luas tanah, bangunan, hingga jumlah kamar telah melebihi kapasitas dari kewenangan Pemkot Malang. Jika menginginkan proyek tersebut dihentikan, warga bisa mengirimkan surat permohonan tersebut kepada pemerintah pusat.

"Amdal sebagai salah satu syarat pengurusan PBG, itu sekarang menjadi kewenangan pusat. Kami sifatnya kan hanya memfasilitasi, kami berdiri di tengah. Tidak memihak pihak pengusaha, tetapi juga tidak di pihak warga," tegas Arief.

Terlebih jika seluruh persyaratan sudah dipenuhi oleh pengusaha, Pemkot Malang tidak memiliki dasar hukum untuk menghentikan proyek tersebut. Jika tetap memaksakan untuk menghentikan, justru berisiko menimbulkan gugatan hukum.

Baca Juga : BMKG Rilis Prediksi Puncak Musim Kemarau 2025, Ini Daerah yang Paling Awal Kering

 

“Kalau mau kami hentikan, juga tidak bisa. Bisa-bisa (berlanjut) ke PTUN karena itu sudah haknya mereka. Harus ada itikad baik dari pengusaha dan dari warga masyarakat. Memang tidak ada persyaratan harus meminta tanda tangan tetangga kanan-kiri, tetapi kan aspirasi masyarakat harus diterima,” tegas Arief.

Sama halnya seperti pada pembangunam Hotel Grand Mercure Malang Mirama. “Sehingga kami hanya memfasilitasi ketika ada masalah antara warga dan pengembang. Kami berdiri di tengah, tidak condong ke warga maupun pengembang hotel,” tutup Arif.

Untuk diketahui, rencana hotel dan apartemen tersebut bakal dibangun setinggi 197 dengan 32 lantai.