free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Hiburan, Seni dan Budaya

Melestarikan Tradisi Ithuk-ithukan, Cara Warga Oesing Rejopuro Banyuwangi Ungkap Syukur kepada Tuhan

Penulis : Nurhadi Joyo - Editor : Yunan Helmy

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Pelaksanaan ritual adat "Tradisi Ithuk-Ithukan" masyarakat Oesing di Dusun Rejopuro, Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. (Istimewa)

JATIMTIMES – Kabupaten Banyuwangi dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki beragam kekayaan, mulai seni budaya, sumber daya alam, aneka suku bangsa.

Penduduk asli kota yang dikenal sebagai serpihan tanah surga di Pulau Jawa ini adalah masyarakat Oesing yang tersebar di berbagai wilayah kecamatan di Banyuwangi.

Baca Juga : Munas APEKSI VII, Kota Malang Pamerkan Trenggana Sumapala Bumi Malang

Sebagai penduduk asli Banyuwangi, masyarakat Oesing dikenal kuat dalam menjaga, memelihara dan melestarikan warisan leluhur baik tradisi, ritual,  adat istiadat dan seni budaya . Salah satu tradisi yang masih lestari sampai saat ini adalah Ithuk-ithukan yang digelar warga setiap tahun di Dusun Rejopuro, Desa Kampunganyar, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.

Tradisi Ithuk-ithukan ini digelar setiap tanggal 12 Dzulqa’dah yang tahun ini bertepatan dengan Sabtu, (10/5/2025) pagi. Ritual yang digelar sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas keberadaan sumber mata air “Mengarang atau Kajar”, yang tidak pernah kering dan menjadi tumpuan kebutuhan air sehari-hari warga,  digelar dengan khidmat dan penuh semangat kebersamaan.

Sesepuh adat Rejopuro, Sarino, menyatakan tradisi yang dilaksanakan merupakan ungkapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkah dari sumber mata air yang tidak pernah kering.

“Ini merupakan rasa syukur kami atas sumber mata air yang melimpah. Tentunya, ini merupakan berkah yang membawa manfaat bagi masyarakat sekitar sini,” ujar Sarino.

Ritual diawali dengan mendoakan ithuk atau pincuk (bahasa Jawa) berupa nasi lengkap dengan lauk pecel pitik, yaitu menu ayam panggang suwir yang dibumbui parutan kelapa yang dicampur dengan bumbu pecel.

Makanan ini kemudian diarak oleh warga mulai anak, remaja sampai yang yang tua menyusuri kampung sampai pematang sawah dalam prosesi budaya yang diiringi kesenian tradisional Barong Cilik Sukma Kencana, Kuntulan Putri Kembar dan Sanggar Nampani.

Baca Juga : Belasan Rumah di Pakisaji Diterjang Angin Kencang dan Banjir, BPBD Distribusikan Bantuan ke Warga Terdampak

Para remaja putra-putri,  wanita maupun pria berbagai usia dari beberapa dusun berbaris rapi berjalan beriringan menyusuri jalan kampung sambil membawa Ithuk menuju arah timur desa setempat untuk dibagikan ke warga.

Kemudian berputar ke arah barat menuju lokasi sumber mata air. Di lokasi tersebut setelah memanjatkan doa seluruh peserta bersama-sama menyantap hidangan sebagai simbol rasa kekeluargaan, kebersamaan dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.

Tradisi Ithuk-ithukan yang telah diwariskan sejak tahun 1617 ini juga menjadi ajang mempererat silaturahmi antar warga. Bahkan apabila ada warga yang berhalangan hadir karena sakit pun tetap menerima ithuk yang diantarkan langsung ke rumah mereka, menunjukkan kuatnya nilai kebersamaan dalam budaya masyarakat Rejopuro.

Dengan tetap menjaga memelihara dan melestarikan Tradisi Ithuk-Ithukan, masyarakat Oesing Rejopuro Desa Kampunganyar membuktikan bahwa ritual tradisi, kearifan lokal dan nilai spiritual bisa terus hidup,  relevan di tengah modernisasi dan perkembangan zaman yang cepat.