JATIMTIMES - Dunia kembali menatap Kapel Sistina dengan harap dan khidmat, saat para kardinal Gereja Katolik berkumpul dalam Konklaf 2025 untuk memilih pemimpin baru umat Katolik sedunia yang akan berlangsung pada Rabu, (7/5/2025).
Setelah wafatnya Paus Fransiskus II pada awal April lalu, Tahta Suci kini kosong (Sede Vacante), memicu dimulainya proses yang sarat tradisi, doa, dan kerahasiaan tinggi.
Baca Juga : Gandeng Pegadaian, LPDS Uji Kompetensi 26 Wartawan Wilayah Timur Indonesia
Dengan 133 kardinal elektor dari berbagai negara, proses konklaf diperkirakan berlangsung cepat namun penuh pertimbangan spiritual. Dunia menanti kemunculan asap putih sebagai tanda bahwa pemimpin baru telah terpilih.
Acara pemilihan paus baru ini disebut dengan Konklaf. Istilah Konklaf adalah sebuah pertemuan tertutup yang diadakan oleh para kardinal Gereja Katolik untuk memilih seorang paus baru.
Vatikan telah memulai persiapan untuk memilih Paus baru. Hal ini ditandai dengan pemasangan cerobong asap khusus konklaf di Kapel Sistina, Jumat (2/5/2025) waktu setempat.
Melansir laman Paroki St. Eduardus Watunggong, kata conclave berasal dari Bahasa Latin, yaitu cum clave, berarti “dengan kunci”. Hal ini merujuk pada tradisi penguncian para kardinal di dalam suatu tempat untuk memilih Paus baru.
Mereka terisolasi dari dunia luar, termasuk dari sarana komunikasi seperti ponsel. Model pemilihan seperti ini diharapkan dapat menciptakan suasana independensi.
Bagaimana Proses Konklaf?
Menyadur dari buku Carvaliere - The Secret of Elder (2020) karya Danu Banu, setelah seorang Paus dinyatakan meninggal, sebuah pertemuan Kongregasi Umum dan Kongregasi Khusus langsung dihelat di Vatikan.
Para kardinal ini diminta datang ke Vatikan. Terdapat syarat yang harus dipenuhi kardinal jika ingin mengikuti konklaf. Salah satu syaratnya adalah harus berusia di bawah 80 tahun.
Selama konklaf berlangsung, para kardinal mesti tinggal di Domus Sanctae Marthae. Tempat ini merupakan fasilitas penginapan yang ada di Basilika Santo Petrus.
Pelaksanaan konklaf dimulai dengan pengambilan sumpah kerahasiaan oleh para kardinal. Komitmen mereka untuk menjaga kebebasan bersuara dan independensi diikat dalam sumpah ini.
Dalam sebuah ruangan tertutup dan terkunci di Kapel Sistina, para kardinal diisolasi dari dunia luar. Mereka harus melaksanakan pemungutan suara setiap hari hingga Paus baru terpilih.
Terpilihnya Paus baru ditentukan berdasarkan dua pertiga suara yang berhasil diraih. Hasil konklaf akan diketahui oleh umat di luar kapel melalui sinyal berupa asap yang keluar dari cerobong. Asap itu berasal dari surat suara yang dibakar bersama campuran kimia khusus.
Asap putih berarti seorang Paus baru terpilih, sedangkan asap hitam berarti belum ada Paus yang terpilih.
Paus baru yang terpilih kemudian akan segera muncul di balkon Basilika Santo Petrus.
Berapa lama Konklaf akan berlangsung?
Baca Juga : Pengendara Motor Mendadak Masuk Badan Jalan dari Parkiran, Picu Kecelakaan Maut di Singosari
Sebagai catatan, konklaf 2013 hanya berlangsung 27 jam, dan yang tahun 2005 bahkan hanya 26 jam. Konklaf terlama di abad ke-20 terjadi pada 1903 dan memakan waktu lima hari. Namun kala itu belum ada konklaf yang intensif seperti sekarang.
Di situs taruhan Polymarket, tanggal 9 Mei saat ini dijagokan sebagai hari pemilihan Paus baru. Tentu saja, para kardinal tidak ikut bertaruh.
Sejarah Konklaf
Proses pemilihan Paus yang dikenal sebagai konklaf bukan sekadar tradisi, tetapi hasil dari sejarah panjang Gereja Katolik yang pernah diwarnai krisis dan ketegangan politik.
Awal mula sistem konklaf modern dapat ditelusuri ke abad ke-13. Pada tahun 1268 atau 757 tahun lalu, setelah wafatnya Paus Klemens IV, para kardinal mengalami kebuntuan selama hampir tiga tahun dalam memilih pengganti. Proses yang berlangsung di kota Viterbo, Italia, itu menciptakan keresahan di kalangan warga dan otoritas setempat.
Dalam upaya mendorong percepatan keputusan, penduduk setempat mengambil langkah drastis: para kardinal dikunci di dalam ruangan, jatah makanan mereka dikurangi, bahkan atap bangunan tempat mereka berkumpul dibongkar. Tindakan ekstrem ini akhirnya berhasil memaksa para kardinal mencapai konsensus.
Belajar dari pengalaman itu, Paus terpilih berikutnya, Gregorius X, menetapkan aturan resmi mengenai proses pemilihan Paus dalam Konsili Lyon II pada tahun 1274. Ia memformalkan sistem konklaf sebagai prosedur wajib, lengkap dengan larangan komunikasi eksternal dan pembatasan fasilitas jika pemilihan berlangsung terlalu lama.
Sejak saat itu, proses konklaf terus mengalami penyempurnaan. Berbagai Paus dari abad ke-20 hingga sekarang telah memperbarui aturan-aturan ini, termasuk pembatasan usia kardinal pemilih dan pengamanan sistem pemungutan suara.
Konklaf tidak hanya menjadi proses administratif, tetapi juga peristiwa spiritual yang sakral. Melalui sistem ini, Gereja Katolik berupaya menjaga kemurnian dan kesatuan dalam memilih pemimpinnya yang baru seorang Paus yang dipercaya membimbing umat Katolik di seluruh dunia.
Hasil pemungutan suara diumumkan melalui cerobong asap lalu asap putih menandakan bahwa Paus baru telah terpilih, sementara asap hitam berarti pemilihan belum menghasilkan keputusan.