free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

Warga Candi Kalasan Tolak Pembangunan Apartemen dan Hotel, Berikut Alasannya

Penulis : Irsya Richa - Editor : A Yahya

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Warga saat memasangan banner penolakan, bertuliskan ‘Stop Rencana Pembangunan 2 Apartemen dan 1 Hotel setinggi 197 meter Dekat Bangunan Sekolah dan Pemukiman Warga’ yang berada tepat di sisi barat SDN 3 Blimbing berbatasan langsung dengan lahan proyek. (Foto: Irsya Richa/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Rencana pembangunan mega proyek apartemen dan hotel setinggi 197 meter yang digagas oleh PT TPI di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, mendapatkan penolakan keras dari warga sekitar. Penolakan itu dilakukan karena takut bakal terjadinya kerusakan lingkungan dan hilangnya ruang hidup.

Mereka yang menolak adalah warga Jalan Candi Kalasan, yang tempat tinggalnya berada tepat bersebelahan dengan lahan lokasi proyek tersebut. Gelombang penolakan semakin membesar, terlebih bagi warga yang peduli akan kelestarian lingkungan dan keberlanjutan bersiap melawan dengan menggelar aksi Deklarasi Warga.

Baca Juga : Wali Kota Malang Tekankan Silaturahmi sebagai Fondasi Pembangunan di Halal Bihalal MWC NU Blimbing

Mereka membentuk gerakan yang dinamakan Warga Peduli Lingkungan (WARPEL) dengan melakukan aksi Deklarasi Warga di Jalan Candi Kalasan, Minggu (27/4/2025). Aksi tersebut dilakukan dengan pernyataan sikap tegas untuk menghentikan proyek raksasa yang dianggap mengabaikan harmoni dengan alam dan tatanan sosial masyarakat.

Ada empat poin penolakan dari warga yang telah disampaikan, di antaranya menolak segala bentuk gangguan perpecahan pada silaturahmi warga hanya untuk kepentingan PT Tanrise Property Indonesia. Menolak dengan tegas rencana pembangunan yang akan merusak ruang hidup secara keseluruhan.

Menolak rencana pembangunan dua apartemen dan satu hotel bintang 5 seberapapun tingginya oleh PT TPI tanpa memperhatikan hak-hak warga terdampak yang dijamin oleh undang-undang dan hukum yang berlaku. Serta menolak terbitnya perizinan Amdal oleh Pemkot Malang sebagai perwujudan kepedulian dan keberpihakan kepada warga masyarakat terdampak.

Aksi ini juga dibarengi dengan pemasangan banner penolakan, bertuliskan ‘Stop Rencana Pembangunan 2 Apartemen dan 1 Hotel setinggi 197 meter Dekat Bangunan Sekolah dan Pemukiman Warga’ yang berada tepat di sisi barat SDN 3 Blimbing berbatasan langsung dengan lahan proyek.

Koordinator Posko Warga Peduli Lingkungan (WARPEL), Centya WM, mengatakan penolakan ini muncul sejak pertama kali warga mendapati adanya rencana pembangunan dan pengurusan Amdal yang terpampang jelas pada tembok besar lahan mega proyek tersebut. Kemudian adanya sejarah buruk dari PT TPI salah satunya pembangunan di Surabaya, Jawa Timur.

“Pengembang yang akan membangun mega proyek ternyata punya sejarah telah membangun apartemen di Surabaya yang sampai hari ini ada permasalahan pada warga terdampak. Mulai dari rumah warga retak dan tanahnya ambles 4 sentimeter, tetapi hingga saat ini tidak jelas pertanggungjawabannya,” ujar Centya.

Baca Juga : Banyuwangi Gagal Menjadi Tuan Rumah Babak 32 Besar Grup X Liga Nasional, Ini Alasannya

Berkaca dari permasalahan yang dialami pada daerah lainnya, warga tersebut tak ingin punya nasib yang sama. Karena itu mereka tidak ingin ada pembangunan mega apartemen dan hotel yang berdekat dengan pemukiman demi mengantisipasi kerusakan lingkungan. “Jadi tolong hargai hak kami. Kita sudah mengalami kerugian psikis setelah ada pemasangan banner amdal. Antar warga saling adu dan tidak ada kerukunan, karena adanya kecurigaan satu sama lain,” ungkap Centya.

Tak hanya itu saja pihaknya juga mengkhawatirkan mega proyek tersebut akan mengganggu aktivitas belajar mengajar di sekolah. Karena lokasi proyek seluas 12.172 meter persegi itu membentang dari lahan sebelah barat gedung Telkom sampai ke Jalan Candi Kalasan, berdampingan dengan SDN 3 Blimbing.

Dengan adanya penolakan ini, warga berharap Pemkot Malang turun untuk menjembatani antara warga dengan pihak pengembang. Menurutnya, perlu dilakukan audiensi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman serta mengatasi adanya tekanan psikologis.