free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Lewat FGD, Para Akademisi Soroti Pentingnya Penegasan Asas Diferensi Fungsional RKUHAP

Penulis : Irsya Richa - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Suasana Focus Group Discussion bertajuk ‘Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaharuan Hukum Acara Pidana’ di Univeristas Muhammadiyah Malang. (Foto: Istimewa)

JATIMTIMES - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masih jadi pembahasan penting bagi akademisi di Kota Malang. Hal ini dikupas lewat Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaharuan Hukum Acara Pidana’ di Univeristas Muhammadiyah Malang.

Kegiatan ini dihadiri berbagai elemen akademisi dan praktisi hukum. Para akademisi dan praktisi hukum ini lebih pada menyoroti pentingnya penegasan asas diferensiasi fungsional dalam proses RKUHAP.

Baca Juga : Mas Ibin Luncurkan 11 Program Masa Depan di Pesta Rakyat HUT ke-119 Kota Blitar

Sebagai narasumber utama sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Prof. Dr. Tongat, SH, M.Hum, menekankan pentingnya pembaruan hukum acara pidana yang tercantum dalam Konsiderans Bagian Menimbang Huruf C Rancangan KUHAP (versi 3 Maret 2025).

“Pembaruan tersebut untuk lebih menjamin hak-hak tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, dan korban, sekaligus memperkuat fungsi serta wewenang aparat penegak hukum agar selaras dengan dinamika ketatanegaraan, perkembangan teknologi informasi, dan konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia,” kata Tongat.

Dalam konteks pembaruan hukum, Prof. Tongat menegaskan bahwa Asas Diferensiasi Fungsional dalam sistem peradilan pidana memiliki urgensi tinggi, karena secara konseptual mencakup tiga dimensi utama

Pembagian kerja berdasarkan fungsi spesifik dalam sistem yang lebih besar, hubungan fungsional antar elemen yang bekerja secara terpisah namun saling bergantung untuk mencapai tujuan bersama, serta distribusi tugas antar lembaga atau unit guna memaksimalkan efisiensi dan efektivitas.

Diferensiasi wewenang penting untuk memastikan agar setiap aparat penegak hukum memahami ruang lingkup dan batas-batas tugasnya. Hal ini untuk mencegah tumpang tindih pelaksanaan kewenangan, menghindari potensi vacuum of responsibility.

“Pandangan ini selaras dengan pertimbangan Putusan MK No. 28/PUU-V/2007 yang menekankan pentingnya harmonisasi dan keterpaduan fungsi antar aparat hukum,” tambah Tongat.

Dalam FGD tersebut, Tongat juga menyoroti pengertian ‘Polisi Justisi’ yang tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Polisi justisi merupakan bentuk kerja represif kepolisian dalam membantu tugas kehakiman, termasuk penyidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan, pembuatan berita acara, hingga penuntutan pidana dan pelaksanaan putusan hakim.

“Konsep ini menegaskan keterlibatan kepolisian sebagai bagian penting dalam proses penegakan hukum secara prosedural,” tegas Tongat.

Baca Juga : Dosen Unikama Bimbing Guru BK se-Malang Raya Kuasai Konseling Online Menggunakan Metaverse

Mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 RKUHAP, Tongat menyimpulkan jika rancangan KUHAP telah melakukan modifikasi terhadap Asas Diferensiasi Fungsional dalam Sistem Peradilan Pidana (SPP). Salah satu bentuk modifikasi tersebut tampak dalam Pasal 8 ayat (1) RKUHAP versi 21 Maret 2023, yang menyatakan bahwa dalam melakukan penyidikan, penyidik harus berkoordinasi dengan penuntut umum.

Menurutnya, koordinasi yang terlalu dalam berpotensi menjadi bentuk intervensi kejaksaan terhadap proses penyidikan kepolisian. Di sisi lain, hal ini juga bisa mereduksi independensi dan kewenangan penyidik sebagai organ yang seharusnya menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan secara otonom.

Dalam sesi akhir diskusi, Prof. Tongat menyinggung tentang pengawasan horizontal antar lembaga penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP.

Ia menegaskan bahwa sesuai KUHAP saat ini, Tidak ada kewenangan langsung bagi kejaksaan untuk ikut dalam proses pemeriksaan, dan hubungan antar kedua institusi dibatasi pada koordinasi fungsional semata.

“Ketidakjelasan batas kewenangan seperti ini bisa memicu ketidakpastian hukum dan membuka ruang akumulasi kekuasaan dalam satu tangan,” terang Tongat.

Lewat FGD ini Tongat mengajak semua pihak untuk mengawal pembaruan hukum acara pidana secara kritis dan konstruktif, agar tetap menjaga asas diferensiasi fungsional, memperkuat pengawasan antar lembaga penegak hukum, dan memastikan tidak ada dominasi institusi tertentu yang mengancam independensi proses peradilan.