free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Oknum Dokter Berkasus Marak Jadi Sorotan, Begini Tanggapan Dekan Fakultas Kedokteran UB

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Yunan Helmy

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Fakultas Kedokteran UB (ist)

JATIMTIMES - Maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oknum dokter belakangan ini menjadi sorotan masyarakat. Terlebih hal ini juga memicu potensi berkurangnya kepercayaan atau trust masyarakat terhadap dokter. 

Menanggapi hal ini, Dr dr Wisnu Barlianto MSi Med SpA(K), dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB), menjelaskan bahwa meskipun kejadian tersebut sangat disayangkan, pihaknya telah melakukan berbagai upaya preventif untuk mencegah terulangnya kejadian, terlebih kepada calon maupun dokter lulusan UB.

Baca Juga : Komisi I DPRD Kunjungi Dispendukcapil Blitar, Pastikan Pelayanan Adminduk Tetap Prima di Tengah Efisiensi Anggaran

Wisnu menegaskan bahwa masalah ini sudah memasuki ranah hukum yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak kepolisian. Namun, sebagai lembaga pendidikan, Fakultas Kedokteran UB merasa sangat prihatin atas adanya oknum yang melakukan tindakan tidak etis tersebut. 

“Kami sebagai institusi pendidikan sangat menyesalkan peristiwa ini. Kami sudah berupaya melakukan langkah-langkah pencegahan. Salah satunya dengan melakukan pemeriksaan psikologi kepada calon dokter spesialis,” ungkap Wisnu, Senin, (21/4/2025).

Menurut dia, Fakultas Kedokteran UB telah menggunakan alat tes psikologi seperti Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) dalam proses seleksi calon dokter spesialis. Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi kepribadian dan potensi gangguan psikologis yang dapat memengaruhi kinerja seorang dokter. 

“Dengan tes ini, kami berharap dapat mendeteksi calon dokter yang mungkin memiliki masalah psikologis, sehingga mereka tidak dapat melanjutkan ke jenjang dokter spesialis,” tambahnya.

Selain itu, Wisnu menyatakan bahwa selama masa pendidikan, Fakultas Kedokteran UB selalu menekankan pentingnya etika dan profesionalisme. Semua mahasiswa kedokteran dilatih untuk berinteraksi dengan pasien secara profesional dan menjaga standar etika medis. Setelah lulus, para dokter juga akan terus mendapatkan penyegaran mengenai etika profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah dan pelatihan berkelanjutan.

“Setiap acara ilmiah kedokteran selalu diawali dengan diskusi mengenai etika. Kami memastikan agar dokter selalu diingatkan tentang pentingnya menjaga etika dalam praktik medis,” jelasnya.

Wisnu menegaskan bahwa meskipun kasus pelecehan oleh oknum dokter menjadi perhatian serius, masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan. Meskipun ada oknum yang melakukan tindakan tidak pantas, sistem kesehatan di Indonesia, terutama di rumah sakit, sudah memiliki prosedur yang jelas untuk melindungi pasien.

Baca Juga : Polres Malang Amankan Tiga Terduga Pencuri Alpukat Viral di Karangploso

"Contoh ya, SOP dalam pemeriksaan pada hal-hal yang sensitif. Itu seorang dokter itu harus didampingi oleh seorang perawat. Jadi kalau misalnya pastinya wanita ya harus ada perawat wanita yang mendampingi. Sehingga nanti tidak ada fitnah. Jelas apa yang akan dilakukan. Itu adalah salah satu contoh kecil SOP yang sudah dilakukan," katanya.

Namun demikian, Wisnu mengakui bahwa terkadang penerapan prosedur yang ada belum maksimal. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat dan penerapan prosedur yang konsisten di lapangan. Sebagai contoh, dalam situasi-situasi yang bersifat sensitif, seperti pemeriksaan pada pasien wanita, dokter harus didampingi oleh perawat wanita untuk mencegah kemungkinan fitnah.

Selain itu, Wisnu memberikan penjelasan mengenai tanggung jawab dokter dalam pengawasan pasien. Ia menjelaskan bahwa setiap pasien memiliki dokter yang bertanggung jawab atas kondisinya, meskipun dokter spesialis juga terlibat dalam perawatan. Dalam kasus gawat darurat, dokter IGD memang boleh memberi pertolongan, namun tetap di bawah pengawasan dokter utama yang bertanggung jawab.

Sementara itu, menanggapi peristiwa yang terjadi di Malang, yang melibatkan dokter IGD yang memasuki ruang perawatan pasien, Wisnu menyatakan bahwa prosedur medis secara umum memang mengharuskan adanya dokter penjaga pasien. Dalam kondisi darurat, dokter IGD boleh memberikan pertolongan, namun harus tetap berada dalam koordinasi dengan dokter utama yang mengawasi pasien tersebut.

"Jadi pada dasarnya dokter jaga ya itu memiliki tanggung jawab untuk pasien-pasien yang ada di UGD ataupun yang di ruangan. Pada kondisi-kondisi tertentu misalnya, ada kegawatan atau ada masalah yang tidak bisa ditangani oleh perawat di ruangan," pungkasnya.