JATIMTIMES - Umat Kristiani serentak memperingati Paskah 2025 pada tanggal 20 April yang bertepatan dengan hari Minggu. Menurut SKB 3 Menteri, libur Paskah 2025 merupakan long weekend karena berdekatan dengan libur Jumat Agung tanggal 18 April dan libur akhir pekan hari Sabtu tanggal 19 April.
Setelah perayaan tersebut, masyarakat Indonesia akan menyambut perayaan Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April.
Baca Juga : Jadwal Misa Minggu Paskah 2025 di Gereja Katolik Malang, Catat Waktunya
Mengingat momen perayaan keduanya yang berdekatan, masyarakat mulai bertanya-tanya apakah Senin 21 April masih termasuk libur Paskah atau bukan.
21 April Tidak Termasuk Libur Paskah
Berdasarkan ketetapan SKB 3 Menteri tentang Libur Nasional dan Cuti Bersama 2025, libur Paskah 2025 hanya satu hari, bertepatan dengan peringatannya pada tanggal 20 April. Tidak ada cuti bersama ataupun libur tambahan peringatan Paskah.
Dengan demikian, tanggal 21 April 2025 yang juga merupakan peringatan Hari Kartini, bukan termasuk tanggal merah.
Profil RA Kartini
Dirangkum dari berbagai sumber, RA Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Ayahnya adalah Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Sedangkan ibunya bernama M.A. Ngasirah.
Ayahnya adalah putra dari Bupati Demak Pangeran Ario Tjondronegoro. Pada saat itu ia menyekolahkan semua anaknya ke Europese Lagere School (ELS), sekolah gubernurmen kelas satu (setara SD) yang memakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Kartini mulai sekolah pada tahun 1885.
Setamat ELS, Kartini ingin meneruskan ke Semarang yaitu di HBS. Namun sang Ayah tak memberi izin. Pada saat itu masih ada tradisi yang mewajibkan anak perempuan yang berusia 12 tahun hari menjalani masa pingitan, yang membatasi kebebasan fisik dan sosialnya.
Kartini dipersiapkan untuk menikah. Walaupun begitu, ia diizinkan membaca buku, surat kabar dan majalah dari Belanda yang diberikan kakaknya. Bacaannya pun beragam yang semakin membuka wawasannya. Ia terutama tertarik dengan hak-hak perempuan di negara lain, yang juga menginspirasinya untuk memperjuangkan kesetaraan bagi kaum perempuan bangsanya.
Kartini memiliki kebiasaan berkorespondensi. Ia sering menulis surat kepada sahabat-sahabatnya di Belanda, seperti Estelle (Stella) Zeehandelaar dan Nellie van Kol, dan isinya berupa cita-cita dan semangatnya akan hidup para perempuan. Ia mulai menulis surat kepada sahabat-sahabatnya sejak umur 20 tahun (1899).
Baca Juga : 50+ Ucapan Paskah Penuh Makna, Ada Juga Versi Bahasa Inggrisnya!
Dalam surat-suratnya dijelaskan tentang pergaulan lingkungan, keadaan rakyat yang terbelakang, minimnya pendidikan dan pengajaran bagi para gadis. Ia membahas isu-isu sosial, budaya, pendidikan, dan kebebasan perempuan. Gagasan-gagasan itu ditulis dengan keberanian dan kecerdasan luar biasa.
Memasuki usia 24 tahun, Kartini sepertinya menyadari bahwa usahanya bersekolah lagi, baik di Semarang, Batavia, maupun di Belanda, tak akan pernah terlaksana.
Saat Kartini menunggu keputusan beasiswa dari Batavia, tiba-tiba Bupati Sosroningrat menerima utusan Bupati Djojo Adiningrat dari Rembang yang membawa surat lamaran untuk Kartini. Ia kemudian menikah dengan Bupati Rembang pada 8 November 1903.
Pernikahan bersama Bupati Rembang, dikaruniai satu anak saja. Kartini meninggal 4 hari setelah melahirkan anak pertamanya pada 17 September 1904.
Surat-surat Kartini kemudian dihimpun dan diterbitkan dalam buku terkenal berjudul Door Duisternis tot Licht atau dikenal Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Meski masyarakat, mengenalnya dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Kumpulan surat tersebut dibukukan oleh J.H. Abendanon dan istrinya. J.H Abendanon sempat menjadi Menteri Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda dari tahun 1900 hingga 1905. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
Pada saat dibukukan, Buku tersebut berpengaruh besar pada perkembangan Politik Etis di Hindia Belanda.