JATIMTIMES - Nilai tukar rupiah ke dollar Amerika Serikat (AS) kembali terpuruk setelah libur Lebaran 2025. Udpate terkini, kurs rupiah per 1 dollar AS adalah Rp 16.830. Menurut data dari Bloomberg per 7 April 2025 pukul 12:22 AM waktu EDT atau 11.22 WIB, nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah (USD/IDR) berada di angka Rp 16.856 per dollar.
Angka ini menunjukkan pelemahan rupiah sebesar 203 poin atau sekitar 1,22% dibandingkan penutupan sebelumnya di level Rp 16.653. Sepanjang hari, rupiah bergerak dalam rentang Rp 16.833 hingga Rp 17.224 per dollar.
Baca Juga : Daftar Makanan yang Tidak Boleh Dimakan Bersama Ketupat, Nomor 1 Favorit Orang Indonesia
Dibandingkan awal tahun, nilai tukar rupiah tercatat telah melemah sekitar 4,45%. Dalam satu tahun terakhir, rupiah pernah menguat hingga Rp 15.060, tetapi kini menunjukkan tren pelemahan yang cukup signifikan.
Alasan Rupiah Terus Melemah
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan dan diproyeksikan bisa menembus level Rp 17.000 per dollar AS. Pelemahan ini dipicu oleh beberapa faktor eksternal dan domestik, dengan perang dagang global yang dipicu oleh kebijakan Presiden AS Donald Trump menjadi salah satu penyebab utama.
Trump memberlakukan kebijakan tarif resiprokal terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif impor sebesar 32%. Kebijakan ini memicu sentimen negatif di pasar dan berdampak langsung pada pelemahan berbagai mata uang di dunia, termasuk rupiah.
Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi menegaskan bahwa tekanan ini sangat erat kaitannya dengan tensi perang dagang. "Untuk saat ini pelemahan mata uang rupiah itu disebabkan oleh perang dagang... apalagi tanggal 2 April itu dimulainya itu biaya impor tambahan," ujar Ibrahim.
Ia juga menyebutkan bahwa jika rupiah menembus Rp 16.900, maka potensi pelemahan lanjutan ke Rp 17.000 terbuka lebar. Sementara itu, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menambahkan bahwa meskipun ada peluang negosiasi ulang dari pihak Trump, sentimen negatif sekecil apa pun tetap bisa menekan rupiah.
"Rupiah masih rawan melemah dengan sedikit saja isu negatif," kata Ariston.
Para pengamat berharap pemerintah dan Bank Indonesia segera memperkuat langkah-langkah stabilisasi, seperti intervensi pasar, penguatan ekspor, hingga pemberian stimulus ke UMKM untuk menjaga daya beli masyarakat dan kepercayaan investor.
Nilai Tukar Rupiah Terpuruk Sepanjang Masa
Penurunan level rupiah menurut NDG ini menjadi yang terburuk yang pernah diperdagangkan di pasar forward offshore. Penurunnnya bahkan melampaui rekor terendah sebelumnya pada saat pandemi Covid-19. Dibanding dengan pada masa krisi moneter 1998, nilai tukar rupiah hari ini juga lebih rendah. Di masa 1998 itu 1 dollar AS setara dengan Rp 16.650.
Menurut Analis Doo Financial Futures Lukman Leong, rupiah masih bakal tertekan pada hari ini. Meski demikian, dia mengatakan rupiah bukan hanya satu-satunya mata uang yang melemah sendiri.
“Sentimen risk-off masih sangat kuat dan berlanjut di pasar ekuitas. Mata uang-mata uang emerging yang masih melemah cukup besar pagi ini,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin.
Lukman menambahkan, sentimen risk-off ini dipicu oleh pernyataan Menteri Perdagangan Amerika Serikat (AS) Howard Lutnick terkait kebijakan tarif AS terbaru. Hal ini memicu terjadinya perang dagang yang terus membayangi pasar mata uang saat ini. Untuk mengetahui nilai tukar Rupiah ke dollar AS, masyarakat dapat mengeceknya secara berkala di website Bank Indonesia (BI).
Dampak Kenaikan Dollar Terhadap Perekonomian Indonesia
Berdasarkan artikel ilmiah berjudul Pengaruh Nilai Tukar Dolar terhadap Perekonomian Indonesia yang ditulis Defia Riski Anggarini dan Berlintina Permatasari, berikut ini adalah dampak kenaikan nilai tukar dollar terhadap perekonomian Indonesia.
1. Kenaikan Harga Barang Impor
Baca Juga : Pendaftaran Jalur Mandiri UIN Malang 2025: Kesempatan bagi Calon Mahasiswa yang Belum Lolos SNBP/SNBT
Ketika nilai tukar dollar naik, barang-barang dari luar negeri jadi lebih mahal karena Indonesia harus membayar lebih banyak rupiah untuk membeli barang yang harganya dalam dollar. Akibatnya, harga barang impor naik, termasuk bahan baku dan barang-barang kebutuhan sehari-hari yang berasal dari luar negeri. Hal ini bisa menyebabkan biaya hidup naik dan masyarakat harus mengeluarkan uang lebih banyak.
2. Inflasi Meningkat
Kenaikan harga barang impor sering memicu inflasi, yaitu kenaikan harga-harga secara umum. Ketika banyak barang menjadi lebih mahal, daya beli masyarakat turun karena penghasilan mereka tidak ikut naik. Ini bisa memperburuk kondisi ekonomi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang paling merasakan dampaknya.
3. Biaya Produksi Perusahaan Naik
Banyak perusahaan di Indonesia yang masih mengandalkan bahan baku dari luar negeri. Saat dollar naik, biaya untuk membeli bahan baku juga ikut naik. Ini membuat biaya produksi menjadi lebih tinggi. Untuk menutupi biaya itu, perusahaan mungkin akan menaikkan harga jual produk mereka. Hal ini bisa membuat produk lokal jadi kurang kompetitif dibanding barang dari negara lain.
4. Nilai Utang Luar Negeri Bertambah
Jika pemerintah atau perusahaan memiliki utang dalam bentuk dollar, maka jumlah uang yang harus dibayar dalam rupiah menjadi lebih besar saat dollar naik. Misalnya, utang 1 juta dollar yang tadinya setara 15 miliar rupiah bisa naik menjadi 16 atau 17 miliar rupiah jika kurs dollar naik. Ini bisa membebani keuangan negara maupun perusahaan yang punya utang luar negeri.
5. Daya Saing Ekspor Bisa Meningkat
Meski banyak dampak negatif, kenaikan nilai tukar dollar juga bisa memberi dampak positif bagi para eksportir. Produk-produk Indonesia yang dijual ke luar negeri jadi lebih murah dalam mata uang asing, sehingga bisa lebih menarik bagi pembeli di luar negeri. Ini bisa mendorong ekspor dan membantu perekonomian, terutama sektor-sektor yang berorientasi ekspor seperti pertanian, perikanan, dan industri kreatif.
6. Investasi Asing Bisa Terpengaruh
Ketidakstabilan nilai tukar bisa membuat investor asing ragu untuk menanamkan modal di Indonesia. Mereka khawatir uang yang mereka tanam bisa kehilangan nilai jika rupiah terus melemah. Akibatnya, arus investasi bisa melambat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.