free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Agama

Nabi Nuh Menangis 300 Tahun: Teguran Ilahi atas Anak yang Tersesat

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Yunan Helmy

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Ilustrasi (pixabay)

JATIMTIMES - Nabi Nuh AS dikenal sebagai sosok yang sabar, penuh kasih, dan tidak pernah menyerah dalam menyerukan kebenaran. Namun, meski seorang nabi, Nuh pun pernah mengalami luka paling dalam dalam sejarah kenabiannya. Bahkan luka itu yang membuatnya menangis selama 300 tahun.

Penyebabnya? Bukan karena musuh, bukan karena bencana, melainkan karena teguran langsung dari Allah SWT terkait anak kandungnya sendiri, Kan’an.

Baca Juga : Amalan Rasulullah agar Terhindar dari Pikun di Usia Tua, Dibaca usai Salat

Kisah tragis ini tercatat dalam berbagai literatur Islam. Salah satunya dalam buku Hadza Al Rasul karya Khalid Muhammad Khalid, yang diterjemahkan oleh Ganny Pryadharizal Anaedi. 

Dikisahkan, Nabi Nuh AS menghabiskan ratusan tahun berdakwah kepada kaumnya, Bani Rasib, yang dikenal keras kepala, congkak, dan gemar menyekutukan Allah SWT. Dari usaha yang begitu panjang, ia hanya berhasil mendapatkan sekitar 70 pengikut setia dan 8 anggota keluarganya.

Namun, cobaan terberat justru datang dari dalam rumahnya sendiri. Putra sulung Nabi Nuh AS, Kan’an, ternyata menyimpan kebencian kepada sang ayah. Ia berpura-pura beriman, padahal hatinya jauh dari hidayah. Ketika Allah SWT mengabarkan bahwa azab akan datang berupa banjir besar, Nuh AS diperintahkan untuk membangun sebuah bahtera raksasa dan mengumpulkan umatnya yang beriman.

Dalam detik-detik genting ketika air bah mulai meninggi, Nabi Nuh AS tak lupa memanggil Kan’an untuk ikut bersamanya menyelamatkan diri. Namun Kan’an menolak dengan angkuh. Ia memilih berlindung ke gunung, merasa mampu menyelamatkan diri dari murka Tuhan.

Peristiwa ini terekam dalam Surah Hud ayat 43: "Anaknya menjawab: 'Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!' Nuh berkata: 'Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.' Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang yang ditenggelamkan."

Takdir pun bicara. Gelombang besar datang dan memisahkan keduanya. Kan’an tenggelam dan lenyap selamanya dari pandangan sang ayah.

Tak tahan melihat anaknya binasa, Nabi Nuh AS memohon kepada Allah SWT agar Kan’an diselamatkan. Namun Allah menegur dengan tegas dalam Surah Hud ayat 46:

Baca Juga : Meluruskan Sejarah Brawijaya V: Dyah Kertawijaya, Bukan Bhre Kertabhumi

"Dia (Allah) berfirman, 'Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu karena perbuatannya sungguh tidak baik. Oleh karena itu, janganlah engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Sesungguhnya Aku menasihatimu agar engkau tidak termasuk orang-orang bodoh.’”

Teguran itu begitu dalam. Nabi Nuh AS yang selama ini dikenal sebagai hamba yang sabar dan taat, merasa remuk hatinya. Dalam buku Tuhan Izinkan Aku Menangis Padamu karya Majdi Fathi Sayyid, disebutkan bahwa Nabi Nuh menangis selama 300 tahun karena teguran itu. Tangisan yang tak hanya mengalirkan air mata, tapi juga menyisakan jejak permanen di wajahnya. Bekas aliran air mata yang tercatat dalam Kitab Az-Zuhud karya Imam Ahmad.

Kisah Nabi Nuh AS dan Kan’an adalah pengingat tajam bagi kita semua bahwa hidayah adalah urusan Allah. Bahkan anak seorang nabi pun bisa tersesat jika tidak membuka hatinya untuk iman. Ketaatan tidak diwariskan dan kasih sayang orang tua kadang tak cukup menyelamatkan jika anak menolak kebenaran.