JATIMTIMES - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menyoroti Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pengelolaan dan Penyelenggaran Perparkiran yang saat ini tengah dalam proses pembahasan.
Itu karena soal penyelenggaraan parkir di Kota Malang telah lama menjadi perhatian bagi publik. Bahkan, dengan segala gejolak yang terjadi, Kota Malang juga sempat mendapat julukan sebagai Kota Parkir.
Baca Juga : Warga Lapor Lewat Medsos, Wahyu Hidayat Satset Cek Jalan Berlubang dan Drainase
Menurut anggota Fraksi Nasdem-PSI DPRD Kota Malang Donny Victorius, julukan tersebut muncul karena beberapa alasan. Salah satunya karena banyaknya titik parkir di Kota Malang, baik titik parkir yang legal maupun yang ilegal.
Namun sayangnya, Donny menilai kondisi tersebut tak begitu linier dengan penerimaan yang masuk dalam pendapatan asli daerah (PAD). Terutama dalam sektor retribusi parkir.
"Julukan Kota Malang sebagai 'kota parkir' dikarenakan begitu banyaknya titik parkir. Baik yang legal maupun ilegal atau liar. Namun rupanya juga tidak berkorelasi dengan PAD yang masuk ke Kota Malang," ujar Donny belum lama ini.
Bahkan, sambung dia, dari kajian sejumlah perguruan tinggi di Kota Malang, potensi pendapatan dari retribusi parkir untuk menyumbang PAD seharusnya bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari target retribusi PAD yang ditetapkan setiap tahun.
Sementara itu, catatan JatimTIMES, penerimaan retribusi parkir pada tahun 2024 lalu mencapai Rp 10,9 miliar. Angka tersebut diketahui meningkat sebesar Rp 1,5 miliar jika dibandingkan dengan tahun 2023 lalu.
Namun, meski capaiannya meningkat, ternyata capaian tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan soal retribusi parkir. Begitu pula penerimaan pada tahun 2023 yang sebenarnya juga masih belum mampu mencapai target.
Pada tahun 2024, penerimaan retribusi parkir ditarget mencapai Rp 17 miliar, lebih tinggi Rp 2 miliar dari target pada tahun 2023.
"Dari sejumlah kajian beberapa perguruan tinggi di Kota Malang, potensi PAD dari parkir seharusnya bisa 2 hingga 3 kali lipat target PAD dari retribusi parkir setiap tahunnya," jelas Donny.
Baca Juga : Tunggu Regulasi Pusat, Pemkot Malang Siapkan Puluhan Miliar untuk THR ASN
Dirinya pun meminta ada penjelasan yang detail dari perangkat daerah yang bersangkutan, terutama esensi di balik Ranperda Pengelolaan dan Penyelenggaraan Perparkiran, apakah sejalan dengan upaya optimalisasi penerimaan dari sektor parkir dengan kemungkinan adanya kebocoran parkir.
"Lalu bagaimana ke depan rencana tata kelola parkir sejalan dengan adanya Perda Pengelolaan dan Penyelenggaraan Perparkiran, khususnya berkaitan dengan (adanya dugaan) kebocoran parkir," ucap Donny.
Hal lain yang turut menjadi pertimbangannya adalah soal karcis parkir. Karcis seharusnya menjadi bukti resmi pembayaran tarif parkir yang diterima masyarakat penerima pelayanan parkir. Namun sayangnya tak semua juru parkir memberikan karcis parkir.
"Mayoritas juru parkir di sebagian besar titik parkir di Kota Malang justru jarang memberikan karcis tersebut sehingga tak jarang terjadi selisih dengan masyarakat. Di sisi lain, Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Perhubungan (Dishub) juga kurang pengawasannya," ujar dia.
Sebenarnya, untuk mengantisipasi kemungkinan adanya kebocoran terkait penerimaan dari sektor retribusi parkir, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang telah menginisiasi adanya metode pembayaran secara elektronik. Hal itu dianggap sebagai perbaikan dalam tata kelola parkir.
"Harapannya, ini bukan hanya diterapkan dari setoran jukir ke Dishub, namun transaksi langsung dari pengguna parkir (pelanggan) ke kas daerah karena berkaitan erat dengan upaya mencegah kebocoran retribusi parkir. Beberapa daerah sudah menerapkan hal ini, meskipun membutuhkan waktu dalam penyesuaiannya," pungkas Donny.