Live Pembuatan Batik Maronggi Meriahkan Pembukaan Pasar Perreng Situbondo
Reporter
Wisnu Bangun Saputro
Editor
Nurlayla Ratri
21 - Jun - 2025, 08:37
JATIMTIMES - Pembukaan Pasar Bambu atau dalam bahasa Madura dikenal dengan sebutan "Pasar Perreng", yang berlokasi di sepanjang Jalan Mawar, Kelurahan Patokan, Kabupaten Situbondo, berlangsung meriah pada Jumat malam (20/06/2025). Kemeriahan pembukaan ditandai dengan live performance pembuatan Batik Maronggi, batik khas Situbondo bermotif daun kelor, serta pameran mainan anak tradisional.
Batik Maronggi menjadi daya tarik tersendiri dalam kegiatan tersebut. Motif daun kelor yang dalam bahasa Madura disebut 'maronggi' ini ditampilkan dalam proses pembuatan batik tulis secara langsung oleh para pembatik dari Lembaga Batik Inggradanu Situbondo. Lembaga ini menaungi para pembatik lokal dari berbagai wilayah di Situbondo dan bertujuan melestarikan budaya batik khas daerah.
Baca Juga : Eks Kiper PSIS Semarang dan Winger Deltras Gabung Arema FC
Hary Soerijanto, salah satu pembatik dari Lembaga Inggradanu yang juga owner Rumah Batik Karas, menjelaskan bahwa proses pembuatan batik Maronggi tidak bisa dilakukan secara instan.
"Untuk satu kain batik tulis Maronggi bisa memakan waktu hingga dua minggu pengerjaan," ungkap Hary.
Ia menambahkan, sejak Batik Maronggi dipromosikan oleh Bupati Situbondo, Mas Rio, permintaan batik ini meningkat tajam. "Banyak pesanan datang, terutama dari OPD. Harga batik Maronggi dengan ukuran 200 hingga 220 centimeter berkisar antara Rp 185 ribu hingga Rp 250 ribu, tergantung panjang dan detail motifnya," jelasnya.
Dalam sambutannya, Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo yang akrab disapa Mas Rio, memberikan apresiasi penuh terhadap dihidupkannya kembali nama Pasar Perreng.
"Alhamdulillah, malam ini Pasar Perreng hidup kembali. Jalan yang katanya Pak Camat sepi, kini kembali ramai. Saya senang dan bangga," kata Mas Rio di hadapan para pelaku UMKM dan pengunjung.
Mas Rio menilai kegiatan ini tidak sekadar mengaktifkan kembali pasar yang sempat tenggelam, namun juga memberi ruang bagi pelaku UMKM untuk berkembang. "Saya melihat pelaku UMKM hadir dengan busana adat yang beragam, mulai dari Papua, Madura, Tionghoa, dan lainnya. Ini simbol persatuan dalam keberagaman," ujarnya.
Baca Juga : Baca Selengkapnya