JATIMTIMES — Kuasa hukum mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema) periode 2017-2021, Didik Lestariyono, secara tegas menolak penetapan tersangka terhadap kliennya, Awan Setiawan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus.
Menurut Didik, penetapan tersangka yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) merupakan langkah yang prematur dan tidak sesuai dengan prinsip due process of law dalam sistem hukum yang adil.
Baca Juga : Kronologi Dugaan Korupsi Eks Direktur Polinema, Negara Diduga Rugi Rp 42 Miliar
"Penetapan tersebut kami pandang sebagai langkah yang prematur, tidak proporsional, dan tidak mencerminkan prinsip due process of law dalam sistem hukum yang adil. Kami akan mengajukan praperadilan," ujar Didik, Kamis (12/6/2025).
Kuasa hukum menjelaskan bahwa pengadaan tanah seluas 7.104 meter persegi yang berada di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Malang, telah dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan berdasarkan mekanisme serta regulasi yang berlaku.
"Harga pembelian sebesar Rp6 juta per meter persegi sudah termasuk pajak dan dinilai wajar, mengacu pada data harga pasar dari instansi resmi seperti kelurahan, kecamatan, dan kantor pertanahan," katanya.
Proses pengadaan tanah ditangani oleh Tim Pengadaan Tanah yang dibentuk melalui Surat Keputusan Direktur Polinema dan terdiri dari pejabat struktural Polinema. Tim ini bertanggung jawab mulai dari survei lokasi, penetapan harga, hingga transaksi pembelian tanah.
"Klien kami tidak pernah melakukan negosiasi langsung dengan pemilik atau penjual tanah," tegas Didik.
Selain itu, seluruh kewajiban perpajakan, termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Pajak Penghasilan (PPh) dari pihak penjual, ditanggung sepenuhnya oleh pemilik tanah, bukan oleh Polinema.
"Ini bukti tidak ada pengeluaran negara di luar ketentuan," jelasnya.
Baca Juga : 7 Fakta Kasus Eks Direktur Polinema Ditahan, Termasuk Lahan Kampus Tak Bisa Dibangun
Lahan yang dibeli pun telah resmi disertifikatkan atas nama negara dan tercatat dalam daftar Barang Milik Negara (BMN). "Secara hukum dan administratif, tanah tersebut sah menjadi bagian dari aset negara," ujar Didik.
Didik juga menjelaskan bahwa sengketa muncul setelah pembayaran sisa harga tanah dihentikan oleh pimpinan Polinema yang baru setelah masa jabatan Awan berakhir. Hingga saat ini, belum ada hasil audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyatakan adanya kerugian negara.
"Kami sangat menyesalkan penetapan tersangka tanpa adanya dasar kerugian negara yang jelas dan sebelum ada hasil audit resmi. Semua prosedur telah dilalui secara sah, transparan, dan akuntabel. Negara justru telah memperoleh aset berupa tanah yang sah," pungkas Didik.
Didik meyakini bahwa kebenaran dan keadilan akan berpihak pada kliennya sehingga nama baik Awan Setiawan dapat dipulihkan di mata publik.