Dakwah Tanpa Pedang: Strategi Maulana Malik Ibrahim Membangun Islam Jawa
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
20 - Jun - 2025, 10:40
JATIMTIMES - Terletak di Kampung Gapura, Gresik, tidak jauh dari pelabuhan yang sejak lama menjadi denyut nadi perdagangan pesisir utara Jawa, berdirilah sebuah makam sederhana namun penuh kharisma sejarah. Di sinilah jasad seorang tokoh monumental disemayamkan: Syekh Maulana Malik Ibrahim, figur yang oleh para peneliti dan tradisi lokal dianggap sebagai pelopor dakwah Islam di tanah Jawa.
Sebuah prasasti bertarikh 822 H atau 1419 M di batu nisannya menandai akhir hayatnya, namun justru menegaskan awal bab penting dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara.
Baca Juga : 13 Amalan Sunah di Bulan Muharram
Nama Syekh Maulana Malik Ibrahim selama berabad-abad menjadi medan tarik-menarik berbagai narasi asal-usul, mulai dari legenda, tradisi lisan, catatan lokal, hingga rekonstruksi akademik modern. Dalam tradisi masyarakat awam, ia kerap dijuluki Syekh Maghribi, mengesankan bahwa ia berasal dari kawasan Maghrib (Maroko). Namun, asumsi ini secara historiografis tidak memiliki dasar kuat dan tampak lahir dari kesalahan pemaknaan istilah geokultural.
Sebagian teks klasik seperti Babad Tanah Jawi yang disunting oleh J.J. Meinsma, justru menyamakannya dengan tokoh Syekh Ibrahim Asmarakandi, atau as-Samarkandi. Nama ini merujuk pada kawasan Samarkand, Asia Tengah, namun hubungan antara dua figur ini pun masih bersifat spekulatif dan tidak memiliki dasar empirik yang solid. Hal ini memperlihatkan bagaimana dalam narasi babad dan tradisi Islam Nusantara, penggabungan identitas dan fungsi dakwah kerap terjadi demi tujuan pembentukan legitimasi spiritual.
Penjelasan yang lebih sistematis dapat ditelusuri melalui karya History of Java oleh Thomas Stamford Raffles. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari sumber lokal, Raffles mencatat bahwa Syekh Maulana Ibrahim merupakan seorang pendeta masyhur dari Arabia, keturunan Zainal Abidin, dan sepupu Raja Chermen. Ia dikabarkan menetap di Leran, Janggala, bersama komunitas Muslim lainnya. Nama dan silsilah ini, lagi-lagi, menjadi salah satu upaya pembentukan jati diri seorang tokoh suci dalam bingkai aristokrasi spiritual Arab.
Namun, terang benderang sejarah mulai tampak dari pembacaan inskripsi batu nisan oleh orientalis Prancis J.P. Moquette. Dalam laporan berjudul De Datum op den Grafsteen van Malik Ibrahim te Grissee, Moquette menegaskan bahwa tokoh bernama al-Malik Ibrahim wafat pada hari Senin, 12 Rabiulawal 822 H, bertepatan dengan 8 April 1419. Ia berasal dari Kashan, sebuah kota di wilayah Persia (kini Iran)...