Puguh DPRD Jatim Desak Disnaker Lakukan Mapping Peluang Kerja, Atasi Naiknya Pengangguran Lulusan D1 Hingga S3
Reporter
Ashaq Lupito
Editor
Dede Nana
09 - May - 2025, 11:18
JATIMTIMES - Angka pengangguran pada kalangan lulusan pendidikan tinggi di Jawa Timur mengalami peningkatan. Terkait hal itu, Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur Puguh Wiji Pamungkas turut mendesak Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk melakukan pemetaan atau mapping peluang kerja.
Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 menunjukkan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk lulusan D1 hingga D3 mencapai 5,41 persen. Angka tersebut naik signifikan jika dibandingkan dengan data pada Februari 2023 yang hanya 4,8 persen.
Baca Juga : Percepat Swasembada Gula, Pemprov dan Bank Jatim Luncurkan KURsus untuk Petani Tebu
"Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, TPT lulusan D4 sampai S3 naik menjadi 5,6 persen. Artinya semakin banyak kaum intelektual di Jawa Timur yang menganggur,” ungkap Puguh dalam konfirmasinya yang dimuat JatimTIMES, Jumat (9/5/2025).
Puguh menyebut, kondisi tersebut menunjukkan ketidaksinkronan antara jumlah lulusan berpendidikan tinggi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang sesuai.
"Padahal Jawa Timur memiliki banyak perguruan tinggi ternama di berbagai daerah seperti di Surabaya, Malang, dan Jember," tuturnya.
Kondisi itulah yang kemudian membuat Puguh merasa prihatin. Politisi yang kini juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Jawa Timur ini menyebut, fenomena meningkatnya angka TPT tersebut sebagai paradoks bagi provinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai pusat pendidikan.
"Kondisi semacam ini kan paradoks. Jawa Timur pusatnya kampus, pusatnya pelajar, tapi kenapa justru pengangguran intelektual makin naik? Harusnya ini jadi perhatian serius,” tegas legislator PKS ini.
Puguh menilai ada dua kemungkinan penyebab terjadinya fenomena ini. Pertama, pemerintah gagal membuka lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi lulusan pendidikan tinggi. Kedua, para lulusan belum mampu melakukan penyesuaian atau shifting ke arah penciptaan lapangan kerja secara mandiri.
"Kemudian yang turut disayangkan, mereka ini sudah menempuh pendidikan sampai jenjang tinggi, bahkan sampai S2 atau S3. Tapi akhirnya menganggur. Padahal mereka punya keahlian. Jangan sampai keilmuan mereka ini jadi sia-sia,” ujarnya...