Insiden Solo 1842: Kaburnya Para Raden dan Perlawanan Senyap Bangsawan Jawa

Reporter

Aunur Rofiq

15 - Apr - 2025, 09:06

Raden Panji Jaya Asmara dan Raden Arya Kusumadinata berdiskusi dalam pelarian mereka dari Keraton Surakarta, Agustus 1842. Peristiwa ini menjadi simbol perlawanan senyap bangsawan Jawa terhadap cengkeraman kolonial. (Foto: lustrasi oleh JatimTIMES)


 

JATIMTIMES - Tahun 1842 menjadi saksi bisu salah satu insiden paling mencolok dalam sejarah Surakarta pasca-Perang Jawa (1825–1830). Peristiwa ini bukan sekadar kaburnya empat raden dari keraton, tetapi juga cerminan dari ketegangan yang berakar dalam antara para bangsawan lokal dan pemerintahan kolonial Belanda. Lebih dari sekadar insiden pelarian, kejadian ini menunjukkan benih-benih perlawanan dalam lingkup internal istana yang selama ini tampak diam setelah Perang Diponegoro.

Peristiwa ini berawal dari desas-desus yang beredar di Pacitan bahwa beberapa pangeran Solo tengah menyusun rencana pemberontakan. Kabar tersebut semakin menguat setelah kunjungan sejumlah pangeran ke Pacitan, termasuk Prangwadana (yang kelak bergelar Mangkunagara II). Pihak Belanda, yang sejak kekalahan Diponegoro sangat waspada terhadap setiap gejolak politik di kerajaan-kerajaan Jawa, segera mengambil langkah untuk meredam situasi.

Baca Juga : 7 Ramuan Alami untuk Menurunkan Gula Darah dengan Cepat

Namun, insiden yang tampaknya hanya bersifat internal ini ternyata berkembang menjadi ancaman politik yang cukup serius. Keempat raden yang melarikan diri—Raden Panji Jaya Asmara, Raden Mas Arya Suradipura, Raden Mas Brata Atmaja, dan Raden Bagus Yatal—bukanlah bangsawan biasa. Mereka berasal dari trah utama dinasti Mataram yang masih memiliki pengaruh besar di kalangan elite keraton.

Latar Belakang: Keraton yang Terkungkung

Pasca-Perang Jawa, Kasunanan Surakarta mengalami kemerosotan signifikan dalam hal otonomi politik dan ekonomi. Perjanjian yang ditandatangani dengan pihak kolonial semakin mempersempit ruang gerak Susuhunan. Sementara itu, banyak bangsawan senior yang menyaksikan bagaimana hukuman berat dijatuhkan kepada mereka yang dianggap menentang pemerintahan kolonial.

Paku Buwana VII, yang naik takhta pada 1830, mewarisi posisi yang serba sulit. Kedaulatan raja hanya bersifat simbolis, dengan Belanda memegang kendali atas kebijakan politik dan ekonomi. Keuangan keraton bergantung pada subsidi dari pemerintah kolonial, yang membuat para pangeran semakin frustrasi terhadap keterbatasan mereka. Dalam konteks inilah, upaya pelarian empat raden ini menjadi lebih dari sekadar tindakan individu, melainkan bentuk protes terhadap sistem yang mengekang mereka.

Kaburnya Para Raden: Sebuah Skandal Istana

Pada malam 8 Agustus 1842, keempat raden tersebut secara diam-diam meninggalkan keraton bersama keluarga mereka...

Baca Selengkapnya


Topik

Hiburan, Seni dan Budaya, solo, 1842, pangeran,



Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Indonesia. Sektor industri, perdagangan, dan pariwisata menjadi pilar utama perekonomian Jatim. Pembangunan infrastruktur juga terus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

cara menyimpan tomat
memilih model baju kerja wanita
harga gabah shio 2025
Cincin anniversary bukan sekadar perhiasan - ia adalah simbol yang menceritakan perjalanan cinta yang telah dilalui bersama. Mari kita dalami bagaimana Tips Memilih Wedding Anniversary Ring yang tepat untuk moment spesial Anda.

cara simpan tomat
Tips Memilih Bralette