Dinamika Politik Berbek di Bawah Raden Tumenggung Sosrodirejo: Pajak, Tanam Paksa, dan Integrasi Wilayah
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
01 - Apr - 2025, 06:14
JATIMTIMES - Dalam lembaran sejarah Nusantara, Kabupaten Berbek sering kali luput dari perhatian, meski wilayah ini menyimpan kisah penting dari masa awal kolonialisme Belanda. Salah satu tokoh sentral dalam sejarah Berbek adalah Raden Tumenggung Sosrodirejo, seorang bupati yang menjabat pada periode 1832–1843.
Kiprah dan pengaruhnya tak hanya membentuk perkembangan Berbek, tetapi juga menjadi titik pertemuan antara tradisi lokal dan kebijakan kolonial Hindia Belanda.
Raden Tumenggung Sosrodirejo: Garis Nasab dan Jejak Pemerintahan
Baca Juga : Beasiswa 99 Unira Malang: Sasar Calon Maba Aktif Organisasi NU, Dapat Potongan UKT Rp 1 Juta
Raden Tumenggung Sosrodirejo adalah adik dari Kanjeng Jimat, atau Raden Tumenggung Sosrokusumo I, bupati pertama Berbek. Menurut catatan tradisional, Kanjeng Jimat merupakan putra Bupati Grobogan, Raden Tumenggung Sosronegoro I, yang memiliki garis keturunan langsung dari Kerajaan Gowa melalui Karaeng Nobo, seorang tokoh besar yang menikah dengan Ratu Mas Sekar, adik Sultan Agung. Dari keturunan Karaeng Nobo inilah lahir sejumlah tokoh penting, termasuk Raden Tumenggung Sosrodirejo.
Saat dilantik menjadi Bupati Berbek menggantikan kakaknya, Sosrodirejo menghadapi tugas berat: meneruskan program pemerintahan sekaligus mengatasi tantangan sosial dan ekonomi yang muncul di bawah tekanan kolonial.
Periode Kepemimpinan: Integrasi Wilayah dan Konflik Pajak
Salah satu peristiwa penting pada masa pemerintahan Raden Tumenggung Sosrodirejo adalah integrasi tiga wilayah kabupaten: Berbek, Kertosono, dan Nganjuk. Proses ini secara resmi rampung pada tahun 1835, sebagaimana tercatat dalam peta kolonial Hindia Belanda. Integrasi ini menjadi langkah penting dalam pembentukan struktur administratif modern, namun di sisi lain juga menimbulkan gesekan sosial di masyarakat.
Penggabungan wilayah ini merupakan konsekuensi dari Perjanjian Sepreh yang disepakati setelah tertangkapnya Pangeran Diponegoro. Peristiwa ini sekaligus menandai berakhirnya kekuasaan Keraton Yogyakarta atas Berbek dan wilayah mancanegara lainnya, yang kini sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Pada masa pemerintahan Raden Tumenggung Sosrodirejo, salah satu konflik mencolok terjadi di wilayah Ngliman, dipimpin oleh Kyai Penoppo Ngliman. Kyai Penoppo, yang masih merupakan keturunan Kyai Ageng Ngliman, memprotes kebijakan pajak yang diberlakukan oleh Sosrodirejo...