JATIMTIMES - Dugaan kasus penganiayaan seorang pengasuh pondok pesantren (Ponpes) di Desa Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang terhadap santrinya kini telah masuk tahap penyidikan polisi. Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Malang Arbani Mukti Wibowo menegaskan, kasus dugaan penganiayaan tersebut tidak masuk dalam klasifikasi mendidik.
"Jadi yang namanya kekerasan itu memang sebenarnya sifatnya di situ adalah mendidik atau menghukum. Nah kalau menghukum itu masuk kekerasan. Tapi kalau tujuannya mendidik, Insya Allah itu tidak masuk kekerasan," ujar Arbani kepada JatimTIMES, saat ditemui Kamis (10/7/2025).
Baca Juga : Aturan MPLS 2025: Ini Atribut dan Kegiatan yang Dilarang untuk Siswa Baru
Sayangnya, dijelaskan Arbani, mana batasan hukuman kekerasan dan hukuman yang masuk klasifikasi mendidik tersebut antar masing-masing individu berbeda-beda. "Kadang-kadang antar individu, antara anak ini berbeda-beda. Orang tua juga kadang-kadang ada keluh kesah dari anak, tiba-tiba langsung emosi. Kemudian menganggap hal itu menjadi suatu bentuk kekerasan," ujarnya.
Namun secara garis besar, disampaikan Arbani, sanksi atau hukuman yang diberikan jika dilakukan dengan tujuan mendidik itu tidak masuk klasifikasi tindak pidana. Sedangkan hukuman yang disertai dengan kekerasan atau penganiayaan seperti yang dialami santri pada sebuah ponpes di Pakisaji tersebut, bisa jadi masuk pada pelanggaran hukum.
"Mereka (santri) dititipkan pada pondok, mereka (siswa pelajar) dititipkan pada sekolah kan bukan untuk diajari saja, tapi juga di didik. Nah mendidik untuk disiplin ini kan ada batasannya. Tidak kemudian tiba-tiba dipukul, nah itulah yang jadi kekerasan," ujarnya.
Lebih gampangnya, dijelaskan Arbani, suatu sanksi atau hukuman yang dilakukan tersebut apakah masuk dalam klasifikasi kekerasan atau pendidikan kedisiplinan tersebut, juga bisa dibuktikan melalui hasil visum. "Masalahnya, apakah itu masuk kekerasan atau tidak, harus dibuktikan dengan visum kalau memang masuk pada ranah laporan ke kepolisian," pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan, seorang pengasuh ponpes berinisial B diduga menganiaya santrinya dengan cara memukul berulang kali menggunakan rotan. Akibatnya, korban yang merupakan salah satu santri dari terduga pelaku berinisial AZ (14) asal Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang tersebut mengalami sejumlah luka serius di bagian kakinya.
Baca Juga : Surabaya Terapkan Jam Malam, Pemkot Libatkan TNI-Polri dan Satgas RW Lindungi Anak dari Kekerasan
Peristiwa dugaan penganiayaan yang kini juga viral di media sosial tersebut terjadi saat malam takbiran Idul Adha pada awal Juni 2025 lalu. Korban dipukul lantaran ketahuan keluar dari area ponpes.
Hingga akhirnya, pada 20 Juni 2025, kasus tersebut dilaporkan ke Polres Malang dan kini telah masuk tahap penyidikan. Langkah tersebut menyusul hasil visum yang menunjukkan adanya sejumlah luka cukup parah yang dialami korban.
Polisi dalam waktu dekat ini diagendakan bakal memeriksa sejumlah saksi tambahan. Pemeriksaan saksi-saksi tersebut ditujukan guna melengkapi ketentuan gelar perkara. Jika memenuhi unsur tindak pidana, polisi bakal segera menetapkan pelaku yang merupakan pengasuh ponpes tersebut sebagai tersangka.