JATIMTIMES - Harga tomat di sejumlah pasar tradisional Kabupaten Situbondo melonjak tajam dalam sepekan terakhir. Dari yang sebelumnya hanya Rp 8 ribu per kilogram, kini harga tomat tembus hingga Rp 20 ribu per kilogram. Kenaikan ini tentu membawa angin segar bagi para petani tomat yang sebelumnya sering mengeluhkan kerugian akibat harga jual yang anjlok.
Zainul, salah satu petani tomat asal Kecamatan Suboh, mengungkapkan rasa syukurnya atas melonjaknya harga tomat di pasaran. Ia menyebut kondisi ini cukup langka dan sangat membantu para petani yang sempat terpuruk karena harga rendah.
Baca Juga : Nabi Tanpa Umat: Kisah Heroik Sam’un AS yang Jarang Diketahui
"Alhamdulillah, saat ini harga tomat merah mencapai Rp 20 ribu per kilogram. Sementara tomat yang masih hijau dihargai Rp 18 ribu per kilogram," ujar Zainul, Ranu (09/07/2025).
Menurut Zainul, kenaikan harga ini cukup wajar terjadi. Salah satu penyebab utamanya adalah berkurangnya pasokan tomat dari sejumlah daerah lain yang masa panennya telah selesai. Di sisi lain, banyak petani yang mengalami gagal panen akibat cuaca tak menentu, sehingga jumlah produksi pun menurun drastis.
"Kalau petani tomat ya memang begini keadaannya, kadang rugi karena harga anjlok, kadang untung besar kalau harga naik seperti sekarang," tambahnya.
Zainul menjelaskan, pada musim panen sebelumnya, harga tomat hanya berkisar antara Rp 7 ribu hingga Rp 9 ribu per kilogram. Bahkan, tak jarang harga hanya menyentuh angka Rp 5 ribu atau lebih rendah, menyebabkan petani kesulitan menutup biaya produksi.
"Harga Rp 9 ribu saja sudah kami anggap untung, apalagi sekarang bisa mencapai Rp 20 ribu per kilogram. Tentu kami mendapat keuntungan besar," jelasnya.
Ia menuturkan bahwa tanaman tomat hanya bisa dipanen beberapa kali dalam waktu singkat sebelum akhirnya mati. Saat ini, sebagian besar tanaman milik petani sudah mulai layu dan tidak produktif lagi.
"Tanaman tomat memang tidak bisa dipanen lama. Setelah beberapa kali panen, pohonnya mulai mati. Jadi pasokan makin sedikit, wajar kalau harga naik," terangnya.
Kondisi lahan milik petani pun tampak mengkhawatirkan. Pohon-pohon tomat terlihat hampir mati dengan buah yang sebagian besar masih berwarna hijau. Namun, harga tomat hijau yang juga naik menjadi Rp 18 ribu per kilogram tetap menjadi kabar baik bagi petani.
"Mudah-mudahan harga tomat tetap stabil dan tidak kembali anjlok, supaya petani tidak terus merugi. Harga sekarang termasuk jarang terjadi, jadi kami berharap bisa bertahan," ujar Zainul penuh harap.
Baca Juga : Cegah DBD, Babinsa Sumberanyar Situbondo Pimpin Kegiatan Foging Bersama Warga
Meski demikian, Zainul mengaku tetap waspada terhadap kemungkinan harga akan kembali turun dalam waktu dekat. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, lonjakan harga tomat biasanya tidak berlangsung lama dan akan kembali turun secara drastis.
"Jarang-jarang harga tomat bisa setinggi ini. Baru kali ini saya merasakan harga tomat yang benar-benar tinggi, jadi ya disyukuri saja. Semoga kalaupun turun, penurunannya tidak terlalu drastis agar kami tetap bisa untung," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa saat harga jatuh, petani bisa sangat merugi karena tomat tidak laku dijual. Bahkan, mereka pernah harus membagikan tomat secara gratis kepada warga karena tidak ada pembeli.
"Makanya kalau harga bisa Rp 9 ribu saja, kami sudah sangat bersyukur. Pernah harga tomat cuma Rp 1 ribu per kilogram, bahkan tidak ada yang mau beli. Akhirnya kami bagikan gratis ke orang-orang," kenangnya.
Dengan kondisi pasar yang sedang berpihak kepada petani, Zainul berharap pemerintah juga turut memperhatikan keberlangsungan sektor pertanian, khususnya bagi petani hortikultura seperti dirinya.
Ia menilai perlindungan harga dan stabilitas pasar sangat penting agar petani tidak terus mengalami kerugian saat harga tiba-tiba jatuh.
Lonjakan harga tomat ini juga berdampak pada konsumen di tingkat pengecer. Sejumlah pembeli mengeluhkan mahalnya harga tomat di pasar. Namun, di sisi lain, situasi ini menjadi momen langka bagi petani untuk menikmati hasil jerih payah mereka setelah melalui berbagai tantangan.