JATIMTIMES - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang tengah menyoroti kelanjutan Water Treatment Plan (WTP) yang saat ini masih belum kunjung dioperasikan. Meski sebenarnya pembangunan infrastruktur dan instalasi unit pengolahan air pada WTP sudah rampung.
Menurut, Ketua Fraksi Nasdem-PSI DPRD Kota Malang, Dito Arief Nurakhmadi, hal tersebut juga menjadi catatan bagi semua fraksi. Hal itu juga menyusul bahwa perkara tersebut telah menjadi atensi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dinilai berpotensi dapat merugikan.
Baca Juga : Tips Terhindar dari Heat Stroke dan Dehidrasi Saat Puncak Kemarau Tiba
"Kemarin juga menjadi atensi dari KPK, menjadi satu hal yang bisa berpotensi merugikan. Tentunya harus diperhatikan oleh Pemkot Malang," jelas Dito.
Sehingga menurutnya, ada sejumlah hal yang perlu dievaluasi terkait WTP yang memanfaatkan aliran Sungai Bango tersebut. Sebab, jika WTP dioperasikan, maka berpotensi akan membebani dan merugikan perusahaan umum daerah (Perumda) Air Minum Tugu Tirta Kota Malang.
"Perlu dievaluasi. Karena dalam hitungan PDAM sendiri, bilamana WTP ini diberlakukan maka akan membebani dan merugikan PDAM," imbuh Dito.
Secara ekonomi, lanjut Dito, biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan air bersih masih lebih murah dengan skema yang dilakukan oleh Kota Malang saat ini. Yakni dengan mendapat pasokan air dari Sumber Pitu dan Sumber Air Wendit.
"Bila kemudian itu dialihkan pada air baku yang dihasilkan dari pengolahan Water Treatment Plan yang bekerja sama dengan PJT I, ini lebih tinggi biaya yang dikeluarkan," tutur Dito.
Selanjutnya berkaitan dengan kualitas air yang selama ini telah didistribusikan kepada masyarakat se Kota Malang. Menurutnya, kualitas air yang saat ini telah jauh berjalan lebih baik.
Baca Juga : Menulis Jawa, Melawan Kolonial: Kiprah Carl Friedrich Winter dalam Lembar Koran Bromartani
"Karena langsung dari mata air, langsung dari sumber alami yang ada di Kabupaten Malang maupun Kota Batu," kata Dito.
Dirinya lantas menilai bahwa ada kemungkinan jika proyek yang telah menghabiskan anggaran hingga belasan miliar itu dilakukan dengan perencanaan yang kurang matang.
"Kelihatannya (perencanaan tidak matang) karena ini menjadi produk pemerintahan sebelumnya, termasuk juga direksi PDAM sebelumnya. Tentu ini menjadi catatan semua fraksi, kenapa akhirnya kami berbicara. Anggaran sekitar Rp 14 miliar," terangnya.
Apalagi, sebelumnya, proses pembangunannya juga sempat terkendala proses perizinan. "Dengan sempat terhentinya, ada permasalahan dalam AMDAL, dan perizinan yang lainnya, ya mungkin kurang matang dalam perencanaan maupun tahapan yang dilalui," pungkas Dito.