JATIMTIMES - Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Blitar di Kanigoro tampak lebih sibuk dari biasanya pada Jumat, 16 Mei 2025. Suasana serius menyelimuti ruang rapat utama saat para petugas dari dua Titik Layanan Administrasi (TLA)—Srengat dan Wlingi—berkumpul bersama petugas dari kantor pusat Dispendukcapil di Kanigoro untuk mengikuti rapat staf rutin bulanan. Namun kali ini, nuansanya sedikit berbeda: pembahasan berlangsung lebih dalam, lebih teknis, dan mulai menyentuh ranah hukum.
Kepala Dispendukcapil Kabupaten Blitar, Tunggul Adi Wibowo, menyebutkan bahwa rapat staf tersebut memang sudah menjadi agenda tetap. “Minimal sebulan sekali, biasanya di Jumat pekan kedua. Kami jadwalkan untuk duduk bersama, membedah kasus-kasus aktual yang terjadi di lapangan,” ujarnya saat ditemui usai rapat.
Baca Juga : Kabar Duka, Suami Najwa Shihab Ibrahim Sjarief Assegaf Meninggal Dunia
Rapat staf edisi Mei ini terasa istimewa karena menghadirkan narasumber eksternal, yakni Dr. Imam Makali, seorang praktisi hukum yang juga dikenal sebagai dosen dan mantan pengacara di LBH Korpri. Dr. Imam hadir sebagai pembicara untuk memberikan sudut pandang hukum terhadap persoalan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil yang selama ini menjadi tantangan petugas pelayanan.
Menurut Tunggul, materi yang disampaikan Dr. Imam sangat relevan dengan persoalan nyata di lapangan. Salah satunya menyangkut keterlambatan warga dalam mengurus dokumen adminduk. “Kasus-kasus keterlambatan ini sering menjadi dilema. Di satu sisi, kita ingin melayani warga dengan cepat. Di sisi lain, ada aturan yang mengikat,” ujar Tunggul.
Keterlambatan itu misalnya dalam pelaporan kematian, kelahiran, atau perkawinan yang melebihi tenggat waktu. Bila tidak tertangani dengan cermat, keterlambatan ini bisa menimbulkan kekacauan dalam sistem data nasional.
Lebih berat lagi adalah kasus pemalsuan dokumen dan pemberian keterangan yang tidak benar. Tunggul menjelaskan bahwa fenomena ini kerap terjadi, mulai dari memanipulasi data usia hingga menyajikan dokumen palsu untuk keperluan tertentu. “Kalau sudah begini, konsekuensinya bisa masuk ranah pidana. Bahkan bisa terbawa hingga ke meja hijau,” katanya menegaskan.
Dalam paparannya, Dr. Imam menekankan pentingnya ketelitian petugas dalam proses verifikasi dan validasi data. Ia menjelaskan bahwa setiap keputusan administratif, termasuk penerbitan akta atau KTP elektronik, memiliki beban hukum yang melekat. Bila keliru, bukan hanya dokumen yang bermasalah, tetapi juga bisa menyeret petugas ke dalam proses hukum.
Rapat staf ini pun menjadi sarana edukatif bagi para petugas. Mereka tidak hanya mendengar teori, tapi juga mendalami studi kasus berdasarkan pengalaman riil di lapangan. Diskusi berlangsung dinamis, banyak pertanyaan muncul, dan sejumlah catatan penting dibagikan untuk ditindaklanjuti.
Baca Juga : Sampah Ancam Jembatan Cagar Budaya, Pemkot Kediri Bergerak Bersihkan Pilar
Tunggul menegaskan bahwa pendekatan edukatif seperti ini penting agar seluruh jajaran Dispendukcapil memiliki standar pemahaman yang sama terhadap risiko hukum dalam pelayanan. Ia berharap, setelah mengikuti forum ini, para petugas bisa lebih berhati-hati dan profesional dalam menangani permohonan dari masyarakat. “Edukasi ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk memperkuat integritas pelayanan publik,” ujarnya.
Langkah Dispendukcapil Kabupaten Blitar ini mencerminkan paradigma baru dalam birokrasi: pelayanan bukan hanya soal cepat dan ramah, tetapi juga akurat secara hukum. Melalui rapat staf yang dikemas sebagai ruang belajar bersama, lembaga ini menunjukkan komitmen serius dalam membangun sistem pelayanan yang bersih, legal, dan bertanggung jawab.
Seiring meningkatnya kesadaran hukum dalam pelayanan administrasi kependudukan, Tunggul berharap praktik serupa bisa ditiru oleh instansi lain. “Karena pelayanan publik tidak boleh lepas dari kepastian hukum,” pungkasnya.