JATIMTIMES - Akademisi sekaligus Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya Verdy Firmantoro turut menanggapi adanya desakan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang meminta agar Gibran Rakabuming Raka mundur dari jabatannya sebagai Wakil Presiden RI.
Pria yang akrab disapa Verdy itu menyampaikan, desakan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI agar Gibran mundur atau digantikan dari posisinya sebagai Wakil Presiden RI merupakan bentuk ekspresi politik dan dapat dimaknai sebagai delegitimasi simbolik.
Baca Juga : KPH Gondosuputro dan Legiun Mangkunegaran: Menumpas Gerakan Imam Sampurno di Tawangmangu 1888
"Pernyataan atau desakan dari purnawirawan TNI terhadap Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka sebagai bentuk ekspresi politik. Desakan tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk delegitimasi simbolik," ujar Verdy kepada JatimTIMES.com.
Selain itu, menurut akademisi yang menuntaskan program doktoralnya di Universitas Indonesia itu, bahwa munculnya desakan ini merupakan wujud dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang memosisikan diri sebagai penjaga norma dengan memainkan peran sebagai korektor etis atau ethical corrector.
Pria asli Kabupaten Lumajang ini menuturkan, adanya diskursus semacam ini semakin menguatkan bahwa terdapat proses politik pasca Pemilihan Umum 2024 lalu yang belum selesai sepenuhnya. Pasalnya, sejumlah pihak termasuk elit militer merasa tidak puas dengan terpilihnya pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI.
"Meskipun secara formal TNI aktif dilarang berpolitik, purnawirawan tetap menjadi aktor penting dalam lanskap politik Indonesia. Dalam hal ini, komunikasi politik purnawirawan berfungsi sebagai saluran kritik, memanfaatkan posisi mereka sebagai mantan bagian dari kekuasaan untuk mewarnai wacana politik nasional," jelas Verdy.
Dosen Ilmu Komunikasi di FISIP UB ini menjelaskan, implikasi dari fenomena ini yakni di satu sisi dapat menjadi saluran kritik. Tetapi di satu sisi yang lain dapat berpotensi memengaruhi keseimbangan atau kestabilan politik. "Apalagi jika desakan ini meluas diikuti oleh kelompok masyarakat sipil, misalnya akademisi, mahasiswa, tokoh agama, dan lain-lain," kata Verdy.
Lebih lanjut, Verdy menyebut jika dilihat dari perspektif komunikasi politik, desakan mundur dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI terhadap Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka merupakan bentuk komunikasi elit yang mengandung dimensi simbolik, moral dan politis.
"Tindakan ini menunjukkan dinamika kontestasi legitimasi dalam ranah kekuasaan dan berfungsi sebagai mekanisme kontrol sosial-politik dari elit militer yang masih memiliki daya pengaruh besar dalam masyarakat apalagi presiden saat ini juga dari kalangan militer," tandas Verdy.
Sebagai informasi, Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah menyampaikan delapan poin tuntutan pernyataan sikap dalam melihat situasi dan kondisi negara saat ini. Di mana surat tuntutan pernyataan sikap itu ditanda tangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal dan 91 kolonel. Di antaranya Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
Surat itu juga diketahui oleh mantan Wakil Presiden RI era Orde Baru yang juga merupakan tokoh negara yang sangat dihormati oleh Presiden RI Prabowo Subianto yakni Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno. Di mana sosok Try Sutrisno juga turut mengetahui atas surat tuntutan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI tersebut.
Berikut ini daftar lengkap delapan poin tuntutan pernyataan sikap dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI:
Baca Juga : Cetak Generasi Produktif, Himagrotek Unisba Blitar Gelar PENA Batch 2
1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai tata hukum politik dan tata tertib pemerintahan.
2. Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai (ASTA CITA), kecuali untuk kelanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
3. Menghentikan proyek strategis nasional (PSN) PIK 2, PSN Rempang dan kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
4. Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya.
5. Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.
6. Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
7. Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.