Ketika Reformasi Berujung Darah: Ngabei Martanata, Amangkurat I, dan Cirebon 1662
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
A Yahya
25 - Jun - 2025, 09:46
JATIMTIMES - Pada suatu masa ketika denyut kekuasaan kerajaan-kerajaan di tanah Jawa ditentukan oleh diplomasi istana dan strategi dominasi atas pelabuhan-pelabuhan pantai utara, kisah tragis Ngabei Martanata menjadi cermin betapa kekuasaan dapat menyingkirkan mereka yang terlalu berani menata ulang tatanan. Di bawah rezim Amangkurat I dari Mataram—seorang raja yang dikenal licik, paranoid, sekaligus kejam—Martanata, seorang penguasa Jepara yang visioner namun terlalu terbuka terhadap Kompeni, menemukan akhir hidupnya bukan di medan perang, melainkan di Pagelaran keraton.
Peristiwa ini, yang berlangsung pada akhir tahun 1662, mengandung drama sejarah yang kompleks, terjalin antara rekayasa kekuasaan, pergolakan internal kerajaan, dan manuver politik luar negeri, khususnya antara Mataram, Cirebon, Banten, serta VOC Belanda.
Baca Juga : Angin Kencang Rusak Enam Rumah di Singosari
Awal Mula Reformasi: Martanata Menuju Cirebon
Sejak tahun 1648, menurut catatan Haan dalam Priangan III, raja Cirebon diduga tinggal di istana Mataram. Penempatan ini bukan semata-mata simbol loyalitas, tetapi bagian dari strategi Sunan Amangkurat I untuk mengontrol daerah pesisir sekaligus menekan Banten. Amangkurat I bahkan menyusun rencana pernikahan antara putri Cirebon dengan Pangeran Rahmat, putra mahkota Mataram, sebuah langkah yang menunjukkan upaya hegemoni politik melalui jalur kekerabatan. Namun, rencana ini tak pernah terwujud.
Pada tahun 1661, berita mengejutkan menyebar dari wilayah Banten dan Batavia. Dalam catatan Daghregister tertanggal 22 Maret hingga 16 April 1661, tersiar kabar bahwa raja Cirebon, Panembahan Ratu II, telah dibunuh atas perintah Sunan Amangkurat I. Keterangan ini kemudian disangkal; sang panembahan rupanya masih hidup, namun kehilangan seluruh abdinya dan menjalani hidup biasa di Desa Pajaten. Kondisi ini menciptakan kekacauan politik di Cirebon, termasuk kemungkinan penutupan pelabuhan yang berimbas pada ekonomi pesisir.
Menurut Hageman, Panembahan Ratu II akhirnya meninggal dunia pada tahun 1662 dan dimakamkan secara kenegaraan di kompleks Girilaya, Imogiri. Dari sinilah ia memperoleh gelar anumerta: Panembahan Girilaya. Kematian ini, yang tidak menimbulkan tanda-tanda kekerasan, menjadi titik balik penataan kembali kekuasaan di Cirebon...