Tawangalun, Sang Macan Putih dari Blambangan
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
A Yahya
12 - Jun - 2025, 08:35
JATIMTIMES - Pada abad ke-17, tanah paling timur Pulau Jawa menjadi saksi dari konflik panjang yang melibatkan kekuasaan lokal, kerajaan besar, dan pengaruh kolonial. Blambangan, wilayah yang kerap dipandang sebagai perbatasan liar, merupakan arena tarik-menarik hegemoni antara Kerajaan Mataram, kekuatan kerajaan Bali Gelgel, dan kemudian campur tangan Kompeni Belanda. Di tengah pusaran sejarah ini, muncul sosok Tawangalun, penguasa spiritual dan politik, yang kemudian dikenal sebagai "Macan Putih dari Blambangan."
Blambangan: Warisan Majapahit dan Tekanan dari Mataram
Setelah runtuhnya Majapahit, Blambangan menjadi semacam enclave terakhir dari budaya dan kekuasaan Hindu-Jawa yang menolak tunduk pada ekspansi Islam. Pada akhir abad ke-16, Blambangan jatuh ke tangan Raja Bali Gelgel—sebuah episode yang menandai awal dari pengaruh Bali di wilayah ini. Lekkerkerker dalam kajiannya terhadap sumber-sumber seperti "Babad Sembrani" mencatat bahwa raja-raja Blambangan pada periode ini memiliki darah Bali yang kental. Tradisi lisan dan teks-teks babad turut memperkuat narasi bahwa setelah tahun 1600, Blambangan secara de facto berada dalam orbit Gelgel.
Baca Juga : Profil Lengkap Hideo Kojima 2025: Visi, Game Terbaru, dan Gaya Hidup Unik
Namun, keberadaan Blambangan di bawah bayang-bayang Bali tidak berlangsung tenang. Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung (1613–1646) mulai mengonsolidasikan kekuasaan di Jawa Timur dan menganggap Blambangan sebagai bagian dari ekspansi politik dan spiritualnya. Pada tahun 1625, Sultan Agung mengirim ekspedisi militer besar-besaran ke Blambangan yang melibatkan 20.000 hingga 30.000 prajurit. Namun Blambangan, yang saat itu juga menjalin komunikasi dengan Belanda, mencoba mencari aliansi guna menahan tekanan dari Mataram. Sayangnya, pengepungan Batavia oleh Mataram pada 1628–1629 merusak jaringan diplomatik yang sedang dibangun itu.
Kehancuran dan Rekonstruksi: Jalan Panjang Menuju Tawangalun
Blambangan mengalami serangkaian kehancuran. Pada 1631, ibukota Panarukan diserbu bajak laut; penduduknya mengungsi jauh ke pedalaman. Tahun 1636, Mataram kembali menyerang dan menghancurkan hampir seluruh Blambangan. Namun bantuan datang dari para pangeran Bali seperti Dewa Agung Panji Buleleng dan Dewa Lengkara...