Medan Priyayi dan Tirto Adhi Soerjo: Jejak Awal Kebangkitan Nasional Lewat Pers
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Dede Nana
04 - Jun - 2025, 08:36
JATIMTIMES - Sejarah nasionalisme Indonesia tak semata ditorehkan di medan perang atau ruang diplomasi, namun juga di lembaran kertas melalui tinta tajam seorang priyayi Jawa bernama Raden Mas Tirto Adhi Soerjo. Ia bukan seorang panglima bersenjata atau diplomat ulung, melainkan seorang jurnalis ulung yang menyulut bara kebangkitan nasional melalui medium yang kala itu belum lazim menjadi alat perjuangan: surat kabar.
Dalam bayang-bayang kekuasaan kolonial Hindia Belanda, Tirto mendirikan Medan Priyayi, surat kabar yang tidak hanya mencatat peristiwa, tetapi menyalakan kesadaran dan mengorganisasikan perlawanan.
Baca Juga : Siswa Kelas 9 MTsN 2 Kota Malang: Perjalanan Kelulusan dengan Sentuhan Sosial
Artikel panjang ini merupakan dokumenter historiografis tentang Tirto dan Medan Priyayi, dalam bingkai konteks sosial-politik yang melingkupinya. Disusun dengan gaya historiografi kritis, tulisan ini menghadirkan eksplorasi naratif yang tajam dan mendalam melalui pendekatan naratif-analitik yang blak-blakan dan tanpa sensor.Kita akan menelusuri bagaimana percikan-percikan awal pers modern di Hindia Belanda bertransformasi menjadi medium perlawanan rakyat terjajah dan cikal bakal kesadaran kebangsaan.
Awal abad ke-20 menjadi fase penting dalam sejarah sosial Hindia Belanda. Modernisasi yang dibawa kolonialisme, dengan segala paradoksnya, membuka peluang baru bagi kalangan bumiputra terdidik. Salah satu bidang yang menyerap semangat modernitas tersebut adalah pers. Namun, sebelum suara-suara perlawanan mengemuka dari kalangan bumiputra, dunia surat kabar telah lama dikuasai oleh bangsa Eropa dan Tionghoa peranakan, yang menerbitkan media dalam bahasa Belanda dan Melayu rendah.
Di tengah dominasi itu, Bromartani menjadi pionir penting. Diterbitkan di Surakarta dan ditulis dalam bahasa Jawa, surat kabar ini lahir dari lingkungan keraton, khususnya prakarsa Sunan Pakubuwono X pada 1920, sebagai bagian dari modernisasi budaya priyayi. Gedung tempat koran ini beroperasi, yang kini menjadi Monumen Pers Nasional di Jalan Gajah Mada, Surakarta, merupakan karya arsitek pribumi pertama, Atmodirono dari Semarang. Namun Bromartani, sebagaimana namanya, hanya terbaca oleh kaum bangsawan, menjadi alat informasi internal kelas priyayi...