Badai PHK Bisa Jadi Bencana Sosial, Komisi E DPRD Jatim Minta Pemprov Duduk Bareng Pengusaha
Reporter
Muhammad Choirul Anwar
Editor
Nurlayla Ratri
28 - May - 2025, 03:29
JATIMTIMES - Rentetan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja di Jawa Timur (Jatim) telah menembus angka 8.000 pada tahun 2025 ini. Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim Puguh Wiji Pamungkas buka suara terkait hal ini.
Menurut Puguh, PHK memang menjadi salah satu ancaman yang dihadapi Jatim saat ini. Dia menyebut, sejumlah perusahaan di Jatim juga telah menyampaikan deklarasi akan melakukan PHK terhadap para pekerjanya.
Baca Juga : Bank Jatim Memberangkatkan Dua Guru ASN Blitar ke Tanah Suci Lewat Undian Umroh 2025
"Jumlahnya (yang terkena PHK) saya yakin akan terus meningkat. Apalagi Jawa Timur ini ya boleh dikatakan jumlah penduduknya terbanyak kedua di Indonesia. Lalu juga juga sektor industrinya juga cukup banyak ya terutama di daerah-daerah Pantura, lalu kemudian di Nganjuk, Pasuruan, Sidoarjo. Ini saya pikir butuh butuh langkah yang serius dari Pemprov Jatim," ungkap Puguh, Rabu (28/5/2025).
Lebih lanjut, ia mendorong Pemprov Jatim untuk lebih sering duduk bersama para pengusaha. Menurutnya, para pelaku dunia industri perlu dilibatkan dalam merumuskan kebijakan sebagai solusi atas badai PHK yang melanda Jatim.
Sebab, ia menilai bahwa terjadinya PHK tidak lepas dari lesunya perekonomian. "Jadi sudah kondisi ekonominya lesu, kemudian revenue mereka secara pendapatan mereka menurun, beban usahanya semakin meningkat. Maka salah satu pilihan mereka memang efisiensi, salah satunya PHK," terangnya.
Hal tersebut juga erat kaitannya dengan regulasi pemerintah yang dinilai tidak bersahabat dengan dunia usaha. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, gagasan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melakukan deregulasi patut diberikan dukungan.
"Deregulasi ini akan membuat iklim investasi dan usaha di Jatim itu tumbuh kembali. Orang akan optimis kembali untuk buka usaha di tengah-tengah situasi yang mungkin hari ini enggak menentu itu," paparnya.
"Misalkan terkait dengan perpajakan. Perpajakan itu menurut saya harus harus ada relaksasi. Menurut saya harus dikaji ulang terkait dengan perpajakan yang dikenakan ke industri itu. Jadi kalau kita dibandingkan dengan Vietnam itu sangat jauh sekali. Makanya kenapa di Vietnam itu bertumbuh karena memang mudah untuk investasi, termasuk salah satunya karena pajak," lanjutnya.
Baca Juga : Baca Selengkapnya