Ki Ageng Pamanahan dan Restu Sunan Prapen: Benih Kekuasaan di Alas Mentaok
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
27 - May - 2025, 08:32
JATIMTIMES - Dalam sejarah Jawa abad ke-16, terdapat suatu peristiwa monumental yang tak hanya bersifat simbolis, tetapi juga menentukan arah perkembangan politik, keagamaan, dan kebudayaan Jawa di masa-masa sesudahnya.
Peristiwa itu adalah perjalanan Raja Pajang, Raden Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, ke Giri, didampingi para bupati dari wilayah timur, termasuk Ki Ageng Pamanahan dari Mataram, untuk mendapatkan pengesahan kekuasaan dari tokoh yang dianggap sebagai otoritas spiritual tertinggi kala itu: Sunan Giri Prapen.
Baca Juga : DramaEncode, Tempat Terbaik untuk Nonton maupun Download Drama Korea dan China
Dalam peristiwa itu pula, diucapkan suatu ramalan oleh sang Raja Pendeta yang kelak terbukti mengubah peta kekuasaan di tanah Jawa. Bahwa keturunan Ki Ageng Pamanahan kelak akan memerintah seluruh rakyat Jawa, bahkan Giri pun akan tunduk padanya.
Peristiwa ini tercatat dalam berbagai sumber tradisional Jawa seperti Babad Tanah Djawi dan Serat Kandha, juga dalam laporan-laporan kolonial seperti Hageman dan Raffles. Namun antara narasi-narasi ini terdapat variasi penekanan, perbedaan interpretasi, bahkan perbedaan dalam penyebutan tokoh dan urutan peristiwa. Historiografi Jawa—yang sering kali merupakan hasil perpaduan antara fakta, mitos, legitimasi politik, dan spiritualitas—menyimpan makna simbolis dalam narasi penobatan Raja Pajang oleh Sunan Giri. Namun di balik simbol-simbol itu tersembunyi dinamika kekuasaan yang tajam dan keputusan-keputusan strategis dari elite politik dan agama yang membentuk Jawa modern.
Wilayah Giri, atau Giri Kedaton, sejak abad ke-15 telah berkembang sebagai pusat kekuasaan spiritual dan keagamaan yang memancarkan otoritas moral di seluruh Jawa. Didirikan oleh Sunan Giri, seorang tokoh utama dalam jajaran Walisongo, Giri tidak sekadar lembaga pesantren, melainkan tampil sebagai semacam "tahta bayangan" yang di mata masyarakat memegang hak prerogatif untuk menobatkan atau menurunkan raja-raja duniawi.
Posisi ini menjadikan Giri sebagai lembaga penentu legitimasi kekuasaan, sejajar bahkan sering kali melampaui kewibawaan kerajaan sekuler. Maka tidak mengherankan ketika Sultan Hadiwijaya dari Pajang—yang secara de facto telah diangkat oleh rakyat dan didukung para elit Demak—masih merasa perlu untuk memperoleh pengesahan dari Giri...