Polemik Kolegium Kedokteran, Guru Besar UB Bersikap
Reporter
Anggara Sudiongko
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
20 - May - 2025, 06:47
JATIMTIMES - Prof. Dr. dr. Wisnu Barlianto, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kebijakan terbaru yang dinilai bisa meruntuhkan standar pendidikan kedokteran di Indonesia.
Ia mengungkapkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No. 17/2023, yang merombak struktur kelembagaan kolegium kedokteran, telah mengubah arah masa depan profesi kedokteran di Tanah Air.
Baca Juga : Gelar Hearing dengan UKPBJ, Komisi C Dorong Pemkab Jember Blacklist Rekanan Nakal
Salah satu perubahan krusial yang diatur dalam peraturan tersebut adalah pemindahan kolegium dari bawah naungan organisasi profesi ke dalam Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Prof. Barlianto dengan tegas menyatakan bahwa langkah ini telah menghapus independensi kolegium kedokteran. Menurutnya, pemilihan anggota kolegium yang kini berada di bawah kewenangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) justru mengurangi kapasitas kolegium dalam menjaga standar kualitas pendidikan kedokteran di Indonesia.

“Di dalam Undang-Undang Kesehatan No. 13 tahun 2003, seharusnya kolegium dijalankan oleh kelompok ahli yang diusulkan oleh perhimpunan profesi, bukan oleh lembaga yang terlibat langsung dalam kebijakan kesehatan. Jika peran kolegium dilemahkan, maka kualitas pendidikan kedokteran akan semakin terdegradasi,” ungkap Prof. Barlianto, Selasa sore (20/5/2025).
Menurutnya, masalah ini semakin rumit ketika kebijakan hospital-based education (pendidikan berbasis rumah sakit) diterapkan secara luas. Meskipun tujuannya mulia, yakni untuk meningkatkan jumlah tenaga medis di Indonesia, Prof. Barlianto menyoroti risiko terhadap kualitas pendidikan yang dihasilkan. Rumah sakit yang tidak memiliki standar yang memadai akan kesulitan untuk menjadi tempat pendidikan yang memenuhi kualitas yang diharapkan.
Prof. Barlianto menjelaskan bahwa untuk menghasilkan dokter yang kompeten, dibutuhkan waktu, fasilitas yang memadai, serta standar pengajaran yang tinggi, yang saat ini belum bisa dipenuhi oleh banyak rumah sakit di Indonesia. Tanpa dukungan fasilitas yang memadai, kualitas pendidikan kedokteran yang berbasis rumah sakit bisa dipertanyakan...