Raden Mas Guntur: Cicit Amangkurat III yang Ditakuti Kompeni
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Yunan Helmy
12 - May - 2025, 10:37
JATIMTIMES - Di tengah keremangan pasca-Perang Suksesi Jawa ketiga (1749–1757), bangkitlah seorang tokoh muda yang namanya menggema di medan konflik dan dalam kekhawatiran para pejabat tinggi Kompeni Belanda: Raden Mas Guntur.
Ia bukan sekadar seorang bangsawan tanpa tanah atau prajurit yang tak puas, melainkan cucu dari korban tragedi berdarah di istana Kartasura, dan cicit langsung dari raja Mataram yang disingkirkan oleh VOC, yakni Amangkurat III. Dengan warisan dendam dan legitimasi yang terampas, Raden Mas Guntur muncul sebagai simbol pembangkangan aristokratik terhadap kolonialisme dan ketidakadilan dinasti.
Baca Juga : Penuh Haru dan Berlangsung Khidmat, Bupati Bondowoso Lepas Jemaah Haji
Raden Mas Guntur adalah putra dari Raden Mas Wiratmeja yang dibunuh di istana pada 1741 dan cucu dari Pangeran Teposono yang juga dieksekusi karena dituduh melawan terhadap Pakubuwana II. Buyutnya, Amangkurat III, dibuang oleh Kompeni ke Ceylon (Sri Lanka) pada tahun 1708 setelah kalah dalam Perang Suksesi Jawa I (1704–1708). Nasib keluarganya—dibunuh, dibuang, dan dirampas hak warisnya—menjadi luka sejarah yang membentuk identitas politik Raden Mas Guntur. Di usia mudanya, ia telah menapaki jalan pemberontakan, bukan karena sekadar ambisi pribadi, melainkan karena keyakinan atas haknya yang sah sebagai bagian dari darah raja yang dilengserkan secara paksa oleh intervensi asing.
Keterlibatan Raden Mas Guntur dalam arus utama sejarah Jawa dimulai setelah kedekatannya dengan Mangkunegara I, yang dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa. Dalam kondisi politik yang rapuh pasca Giyanti (1755), Sambernyawa sedang membangun basis kekuasaan baru yang kelak menjadi Kadipaten Mangkunegaran. Di sinilah Raden Mas Guntur menjadi sekutu strategis, tidak hanya secara militer, tetapi juga kekerabatan. Ia dinikahkan dengan putri Mangkunegara, Raden Ajeng Sombro, dalam aliansi yang tidak hanya memperkuat hubungan personal, tetapi juga meneguhkan posisi politiknya dalam barisan perlawanan terhadap hegemoni Kasunanan Surakarta dan Sultan Yogyakarta.
Bagi Belanda, kehadiran Guntur merupakan ancaman yang nyata dan berakar dalam sejarah panjang konflik Jawa. Penulis mencatat bahwa keturunan Amangkurat III dipandang memiliki potensi subversif karena mereka membawa memori tentang monarki yang dirampas oleh kolonialisme. Rasa marah dan keyakinan atas keabsahan warisan menjadi bahan bakar utama bagi semangat perlawanan Raden Mas Guntur...