Pemberontakan Pulung 1885: Protes Pajak dan Bayang-Bayang Ratu Adil di Ponorogo
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
30 - Apr - 2025, 09:27
JATIMTIMES - Pada penghujung abad ke-19, sistem pajak kolonial Belanda telah menimbulkan keresahan yang meluas di kalangan rakyat pedesaan. Tekanan ekonomi yang berat akibat eksploitasi agraria dan pajak yang semakin meningkat melahirkan ketidakpuasan yang mendalam, khususnya di daerah pedalaman Jawa.
Salah satu manifestasi dari ketidakpuasan ini adalah Pemberontakan Pulung yang meletus di Ponorogo pada tahun 1885.
Baca Juga : Ra Hamid dan Wapres Gibran Bahas Sinergi untuk Kemandirian Ekonomi Pesantren
Berbeda dari pergolakan politik di kalangan elite pribumi seperti kasus Adipati Brotodiningrat di Madiun, Pemberontakan Pulung mencerminkan bentuk perlawanan sosial yang mengakar di tingkat rakyat.
Dalam historiografi gerakan sosial di Indonesia, pemberontakan ini dapat dikategorikan sebagai gerakan mesianis, yakni gerakan yang terinspirasi oleh harapan akan munculnya pemimpin yang akan membebaskan rakyat dari penindasan. Konsep "Ratu Adil" menjadi narasi utama yang menggerakkan pemberontakan ini.
Konteks Historis: Jawa dalam Cengkeraman Kolonial
Sejak pertengahan abad ke-19, Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan sistem pajak dan kerja paksa (cultuurstelsel) yang sangat membebani rakyat. Meski Tanam Paksa resmi dihapus pada tahun 1870 dan digantikan oleh sistem ekonomi liberal yang lebih berbasis kapitalisme perkebunan, penderitaan rakyat tidak serta-merta berkurang. Pajak tetap tinggi, sementara tanah-tanah subur semakin banyak dikuasai oleh pengusaha Eropa dan Tionghoa.
Ponorogo, sebagai bagian dari Karesidenan Madiun, tidak luput dari dampak kebijakan ini. Wilayah ini memiliki tradisi agraris yang kuat, tetapi eksploitasi pajak mengakibatkan kehidupan petani semakin sulit. Desa-desa di pedalaman seperti Parik di Distrik Pulung menjadi pusat keresahan sosial akibat ketidakadilan sistem pajak yang diberlakukan oleh kolonial Belanda.
Pemimpin Pemberontakan: R. Martodimejo dan Martodipuro
Pemberontakan Pulung dipimpin oleh Raden Martodimejo dan anaknya, Raden Martodipuro. Keduanya berasal dari kalangan priyayi yang kecewa dengan kebijakan kolonial. Mereka adalah keturunan Bupati Ponorogo pertama, Raden Mas Adipati Suriodiningrat, serta memiliki hubungan kekerabatan dengan Raden Brotowiryo, seorang pejabat pribumi yang pernah menjabat dalam birokrasi kolonial.
Sebagai mantan pejabat, Martodimejo memahami sistem administrasi kolonial dengan baik...