Lewat FGD, Para Akademisi Soroti Pentingnya Penegasan Asas Diferensi Fungsional RKUHAP
Reporter
Irsya Richa
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
27 - Apr - 2025, 09:58
JATIMTIMES - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masih jadi pembahasan penting bagi akademisi di Kota Malang. Hal ini dikupas lewat Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Optimalisasi Kinerja Lembaga Penegak Hukum Melalui Pembaharuan Hukum Acara Pidana’ di Univeristas Muhammadiyah Malang.
Kegiatan ini dihadiri berbagai elemen akademisi dan praktisi hukum. Para akademisi dan praktisi hukum ini lebih pada menyoroti pentingnya penegasan asas diferensiasi fungsional dalam proses RKUHAP.
Baca Juga : Mas Ibin Luncurkan 11 Program Masa Depan di Pesta Rakyat HUT ke-119 Kota Blitar
Sebagai narasumber utama sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Prof. Dr. Tongat, SH, M.Hum, menekankan pentingnya pembaruan hukum acara pidana yang tercantum dalam Konsiderans Bagian Menimbang Huruf C Rancangan KUHAP (versi 3 Maret 2025).
“Pembaruan tersebut untuk lebih menjamin hak-hak tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, dan korban, sekaligus memperkuat fungsi serta wewenang aparat penegak hukum agar selaras dengan dinamika ketatanegaraan, perkembangan teknologi informasi, dan konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia,” kata Tongat.
Dalam konteks pembaruan hukum, Prof. Tongat menegaskan bahwa Asas Diferensiasi Fungsional dalam sistem peradilan pidana memiliki urgensi tinggi, karena secara konseptual mencakup tiga dimensi utama
Pembagian kerja berdasarkan fungsi spesifik dalam sistem yang lebih besar, hubungan fungsional antar elemen yang bekerja secara terpisah namun saling bergantung untuk mencapai tujuan bersama, serta distribusi tugas antar lembaga atau unit guna memaksimalkan efisiensi dan efektivitas.
Diferensiasi wewenang penting untuk memastikan agar setiap aparat penegak hukum memahami ruang lingkup dan batas-batas tugasnya. Hal ini untuk mencegah tumpang tindih pelaksanaan kewenangan, menghindari potensi vacuum of responsibility.
“Pandangan ini selaras dengan pertimbangan Putusan MK No. 28/PUU-V/2007 yang menekankan pentingnya harmonisasi dan keterpaduan fungsi antar aparat hukum,” tambah Tongat.
Dalam FGD tersebut, Tongat juga menyoroti pengertian ‘Polisi Justisi’ yang tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Polisi justisi merupakan bentuk kerja represif kepolisian dalam membantu tugas kehakiman, termasuk penyidikan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan, pembuatan berita acara, hingga penuntutan pidana dan pelaksanaan putusan hakim...