Menggugah Etika Profesi Kedokteran: Tanggapan Dekan FK Unisma atas Kasus Pelecehan oleh Dokter
Reporter
Anggara Sudiongko
Editor
Sri Kurnia Mahiruni
19 - Apr - 2025, 07:16
JATIMTIMES - Belakangan profesi dokter menjadi banyak sorotan. Hal ini setelah beberapa oknum dokter memanfaatkan profesinya untuk melakukan tindakan yang justru tak senonoh dan mengarah pada pelecehan. Hal ini memantik respon dari para akademisi dari fakultas kedokteran, salah satunya Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang (Unisma), dr. Rahma Trilliana, M.Kes., Ph.D,.
Apa yang dilakukan oknum-oknum dokter tersebut tentunya telah melanggar kode etik profesi dokter maupun sumpah dokter yang telah diucapkan. “Dokter diberi kepercayaan khusus untuk memeriksa pasien, bahkan melihat bagian tubuh yang paling privat. Tapi, ada segelintir oknum yang mengkhianati privilege ini dengan tindakan tak senonoh. Ini bukan hanya merusak nama baik individu, tetapi juga menciderai martabat profesi,” tegasnya, Sabtu (19/4/2025).
Baca Juga : 5 Cara Aman Konsumsi Jahe untuk Morning Sickness Berdasarkan Penelitian Medis
Dekan menegaskan, bahwa pelanggaran etik oleh dokter bukan sekadar kesalahan biasa. Menurutnya, sumpah dokter yang dibacakan saat pembaiatan adalah janji sakral yang memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi. “Sumpah dokter itu bukan ritual kosong. Setiap kata di dalamnya adalah ikrar yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Oknum yang berani melanggar seharusnya malu, mereka telah menginjak-injak kepercayaan Tuhan dan masyarakat,” ujarnya dengan nada prihatin.
Ia juga mengingatkan risiko berat yang dihadapi oknum dokter tersebut. Apa yang diperbuat oleh oknum-oknum dokter tersebut akan membuatnya mengalami kerugian besar. Mulai dari pencabutan izin praktik (STR), sanksi pidana. Selain itu, hal ini juga merugikan profesi kedokteran, dimana dokter dapat kehilangan kepercayaan publik. “Bayangkan, 6-7 tahun pendidikan, ditambah pengalaman klinis, bisa hancur dalam sekejap karena ulah tak bermoral. Tapi yang paling dikhawatirkan adalah dampaknya pada profesi, jika masyarakat trauma, siapa lagi yang akan percaya pada dokter?," katanya.
Untuk mencegah lulusan terjerumus dalam pelanggaran, FK Unisma telah merancang sistem pendidikan berbasis karakter sejak 2012. Langkah pertama adalah program Pondok Pesantren selama satu tahun, di mana mahasiswa tidak hanya belajar ilmu medis, tetapi juga mendalami nilai-nilai agama, etika, dan kepemimpinan. “Kami ingin calon dokter tak sekadar pintar secara akademis, tapi juga matang secara spiritual. Di pesantren, mereka diingatkan: profesi ini adalah amanah, bukan alat untuk memuaskan nafsu,” papar Dekan...