Delapan Hari Menjadi Raja Mataram: Sketsa Tragis Pangeran Singasari
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
A Yahya
19 - Apr - 2025, 01:46
JATIMTIMES - Dalam alur sejarah panjang Kesultanan Mataram Islam, tokoh-tokoh seperti Panembahan Senapati, Sultan Agung, dan Amangkurat I sering menjadi pusat perhatian. Namun, terselip di sela lembar-lembar sejarah yang jarang dijamah adalah nama Pangeran Singasari—seorang bangsawan spiritualis, pendiam, alim, namun juga terlibat dalam intrik berdarah, cinta segitiga, dan kisah tragis kudeta politik. Ia pernah menjadi raja, walau hanya delapan hari.
Dikenal pula sebagai Raden Mas Pandonga, atau Raden Aria Tiron, Pangeran Singasari adalah anak ketiga dari Amangkurat I. Masa pemerintahannya yang singkat mencerminkan betapa getir dan getirnya kehidupan politik istana Mataram pada dekade-dekade terakhir abad ke-17, di tengah atmosfer ketidakpastian, persaingan antarputra raja, dan tekanan Belanda dari luar.
Asal Usul: Anak dari Perempuan Rampasan
Menurut sumber dari Sadjarah Dalem dan laporan Belanda dalam Daghregister serta catatan Jonge (Opkomst van het Nederlandsch gezag in Oost-Indië), Pangeran Singasari adalah putra dari perempuan rakyat biasa bernama Patra Kilassa dari Pasuruan. Ia adalah salah satu perempuan yang ditawan dan dibawa ke Mataram dalam ekspedisi Sultan Agung ke Blambangan sekitar tahun 1630-an. Saat itu, gadis itu masih belia dan dibesarkan oleh selir Saralati sebelum akhirnya diambil sebagai istri oleh Raja Mataram.
Kelahiran Raden Mas Pandonga diperkirakan terjadi sekitar pertengahan 1640-an. Nama "Pandonga" yang berarti doa, mencerminkan harapan spiritual dan religiositas yang kelak menjadi ciri khasnya. Masyarakat mengenalnya sebagai seorang alim. Ia tinggal di sebuah padepokan di Jenar, menjalani kehidupan sederhana dan dikenal suka bertafakur serta mendirikan salat malam di masjid. Bahkan Putra Mahkota Raden Mas Rahmat pun mengakui, dalam sebuah dialog yang direkam di Jepara pada tahun 1676: 'Saya bukan seorang kiai seperti Pangeran Singasari...