Surasubrata dan Surat dari Madinah: Jejak Islam, Politik, dan Pemberontakan di Keraton Surakarta
Reporter
Aunur Rofiq
Editor
Nurlayla Ratri
14 - Apr - 2025, 07:51
JATIMTIMES - Surakarta di pertengahan abad ke-19 bukan hanya sekadar sebuah kerajaan bawahan Hindia Belanda yang tunduk pada perintah kolonial. Di balik kemegahan keraton dan kepatuhan politik para pangeran, sebuah bara perlawanan terus menyala dalam senyap.
Peristiwa-peristiwa yang mengguncang istana bukan sekadar pertarungan politik biasa, tetapi juga bagian dari gelombang besar perlawanan rakyat terhadap kekuasaan kolonial yang semakin mencengkeram Nusantara.
Baca Juga : 4 Doa Ayah untuk Anak yang Dicontohkan Para Nabi
Gerakan ini bukan hanya lahir dari dendam atas kehancuran perang Jawa (1825-1830), tetapi juga dari keyakinan akan kebangkitan Islam dan ramalan-ramalan apokaliptik yang beredar di kalangan elite keraton dan para ulama.
Nama-nama seperti Raden Mas Panji Surasubrata, Raden Jayaprawira, Mangkuwijaya, hingga pesan-pesan rahasia dari Madinah menggambarkan betapa keraton Surakarta menjadi pusat konspirasi yang tak bisa dianggap remeh oleh pemerintah kolonial.
Intrik dan Penangkapan di Madiun: Perjalanan Menuju Jerat Hukum
Pada saat yang hampir bersamaan dengan penyelidikan di Surakarta, di Madiun tengah berlangsung interogasi terhadap dua tokoh yang diduga terlibat dalam konspirasi anti-kolonial: Raden Mas Panji Surasubrata dan Raden Jayaprawira.
Surasubrata, seorang bangsawan berusia 32 tahun, adalah putra Pangeran Natabrata, cucu dari Paku Buwana VII, dan juga saudara ipar Paku Buwana IX. Sementara itu, Jayaprawira merupakan mantan Wedana Bulu di Magetan.
Awalnya, Jayaprawira hanya berniat mengunjungi makam leluhurnya di Sukawati, Solo. Namun, perjalanannya membawanya ke sebuah pertemuan dengan Surasubrata, yang kemudian mengubah nasib mereka berdua.
Dalam pertemuan itu, Surasubrata menunjukkan sebuah dokumen berbahasa Jawa yang berisi perintah Sultan agar rakyat mengusir Belanda dari tanah Jawa. Dokumen ini menjadi bukti kuat bagi pihak kolonial bahwa ada pergerakan bawah tanah yang sedang dirancang di lingkungan keraton.
Ketika ditangkap dan diinterogasi, Surasubrata awalnya menyangkal telah menunjukkan dokumen itu kepada Jayaprawira. Namun, dalam tekanan pemeriksaan, ia mengakui bahwa dokumen tersebut berasal dari Raden Panji Tuskara, seorang mantan letnan pasukan Sunan.
Tuskara sendiri akhirnya tak bisa mengelak. Ketika diperiksa di Solo, ia mengakui bahwa ia menulis dokumen itu atas perintah Surasubrata...