JATIMTIMES - Di Desa Argosari, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, cerita tentang limbah kini berubah arah. Dari sisa tak terpakai di pabrik frozen food, sekitar dua kuintal usus ayam per hari kini mulai punya makna baru: bahan baku ekonomi rakyat.
Melalui pendampingan dari tim dosen STIE Malangkucecwara, warga desa diberdayakan untuk mengolahnya menjadi keripik usus, camilan gurih, higienis, dan bernilai jual.
Baca Juga : Dari Ngadirejo, Wali Kota Blitar Mas Ibin Gerakkan Kebangkitan Budidaya Tembakau untuk Angkat Ekonomi Petani
Bukan proyek sekali datang lalu hilang. Inisiatif ini menjadi bagian dari perjalanan panjang STIE Malangkucecwara membangun ekonomi warga sejak 2011. Dipimpin oleh Dra Dwi Danesty Deccasari MM bersama Yuyuk Liana SE MM dan Drs Marli MM, tim ini menjadikan Argosari sebagai “laboratorium sosial” tempat teori ekonomi diuji langsung di lapangan.

“Setiap hari ada sekitar dua kuintal usus dihasilkan dari industri setempat. Selama ini kurang optimal pemanfaatannya. Padahal kalau diolah dengan benar, bisa jadi produk bernilai. Kami ingin mengubah cara pandang warga, bahwa limbah bukan masalah, tapi potensi ekonomi.” ujar Dwi Danesty, ditemui di Balai Desa Argosari, Selasa, (11/11/2025).
Pendekatan STIE Malangkucecwara berbeda. Tim dosen tidak membawa program jadi dari kampus, tapi menyesuaikan diri dengan realitas warga. Setiap langkah dimulai dari dialog, bukan doktrin. Karena itu, setiap pelatihan selalu meninggalkan jejak nyata: perubahan cara berpikir.
Lebih lanjut, program ini berangkat dari pendekatan berbasis potensi lokal. Sebelum melatih, tim kampus berdialog dengan PKK dan kelompok warga untuk memetakan kekuatan ekonomi desa. Hasilnya, dipilihlah usus ayam sebagai fokus inovasi kuliner, karena melimpah, murah, dan selama ini diabaikan.
Program pemberdayaan ini tidak berhenti di dapur. Tim dosen STIE Malangkucecwara menyiapkan tahap lanjutan berupa pelatihan packaging dan marketing. Tujuannya: membangun pengetahuan bisnis lengkap, dari produksi hingga pemasaran.
“Banyak warga bisa membuat produk, tapi kesulitan menjualnya. Kami ingin membantu mereka memahami rantai nilai usaha kecil,” jelas Dwi Danesty.

Tuti Masrufah, ketua TP PKK Desa Argosari, menyebut inisiatif ini sebagai momentum penting bagi perempuan desa. “Kami diajak tidak hanya belajar membuat, tapi juga memahami nilai ekonomi di balik setiap bahan. Dulu pelatihannya seputar kerajinan, sekarang kami belajar menciptakan produk dari hal yang nyaris dibuang,” ujarnya.
Baca Juga : Ibu Hanyut di Sungai Glidik Ketemu di Pantai Alas Purwo Banyuwangi, Pencarian Anak Korban Berlanjut
Pelatihan pun berjalan praktis dan kontekstual. Para ibu rumah tangga belajar cara membersihkan usus, mengolah bumbu, mengeringkan produk agar awet, dan menjaga higienitas. Tahap awal difokuskan pada varian rasa original, dengan rencana mengembangkan cita rasa baru seperti barbeque dan balado agar menarik pasar.
“Kami juga sedang menyiapkan desain kemasan menarik agar produk bisa masuk toko oleh-oleh atau bahkan dipasarkan di kampus,” tambah Tuti.
Kini, hasil pelatihan dari tim STIE Malangkucecwara ini tengah diseriusi. Pihaknya menyebut, bahwa akan memulainya dari kelompok kecil, misalnya lima ibu rumah tangga menjadi pionir produksi yang kelak akan menularkan ilmunya ke kelompok lain. Dengan dukungan pendampingan berkelanjutan, warga diharapkan bisa membangun unit usaha mandiri yang menopang ekonomi keluarga.
"Setelah ini, kami harapkan juga ada pelatihan tentang marketing dan strategi meraih hati pasar, " jelasnya.