JATIMTIMES - Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS pada tahun 2025, menandai langkah besar dalam arah kebijakan luar negeri dan ekonomi global Tanah Air.
Bergabungnya Indonesia ke dalam blok ekonomi negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan ini memicu pertanyaan publik dan analis: apakah Indonesia akan mulai meninggalkan dominasi dolar Amerika Serikat (USD) dalam perdagangan internasional?
Baca Juga : Donald Trump Surati Prabowo soal Kenaikan Harga Impor hingga 32 Persen, Ini Isi Lengkapnya
Pertanyaan ini muncul seiring dengan agenda BRICS yang sejak lama mendorong sistem keuangan global yang lebih adil, termasuk penggunaan mata uang lokal antar negara anggota dan pengembangan sistem pembayaran alternatif seperti BRICS Pay.
Dengan latar belakang ini, penting untuk memahami posisi Indonesia—apakah keanggotaan BRICS akan mengubah arah strategi moneter nasional, atau justru memperkuat posisi Indonesia sebagai negara non-blok yang fleksibel dalam menghadapi dinamika geopolitik dan ekonomi dunia.
Apa Itu BRICS dan Mengapa Ini Penting untuk Indonesia?
BRICS merupakan blok negara berkembang yang sejak awal berdirinya muncul sebagai alternatif terhadap tatanan dominasi Barat—termasuk dalam ranah ekonomi dan keuangan global. Saat ini, BRICS terdiri dari 10 negara anggota: Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Indonesia, Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab. Blok ini mewakili sekitar 35 % PDB dunia (dalam PPP) dan hampir 50 % populasi global, menjadikannya kekuatan ekonomi yang sangat signifikan.
Salah satu agenda utama BRICS adalah mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional. Mereka mengusulkan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi antar anggota, seperti yuan–rubel antara Tiongkok–Rusia. Selain itu, BRICS mengembangkan BRICS Pay, sebuah sistem pembayaran desentralisasi berbasis blockchain untuk mempermudah transaksi tanpa biaya tinggi dan tidak bergantung pada sistem SWIFT. Infrastruktur seperti Cross-Border Payment Initiative dikembangkan untuk menciptakan pembayaran internasional independen dari dolar AS.
Dalam KTT BRICS ke‑17 di Brasil pada Juli 2025, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan, “Kami sedang bekerja untuk menciptakan Cross‑Border Payment Initiative, infrastruktur penyelesaian dan penyimpanan yang independen, serta penggunaan mata uang alternatif sebagai bagian dari mekanisme Contingent Reserve Arrangement.”
Presiden Brasil Lula da Silva menyatakan bahwa BRICS akan mencari sistem pembayaran alternatif untuk mengatasi proteksionisme dan dominasi dolar dalam perdagangan. Presiden Rusia Vladimir Putin juga menegaskan bahwa Rusia bersama BRICS tengah mengembangkan sistem pembayaran digital menggunakan mata uang nasional dan teknologi blockchain.
Dengan demikian, BRICS bukan hanya forum politik, tetapi juga pendorong nyata dalam reformasi arsitektur keuangan global dan sistem pembayaran. Bagi Indonesia, bergabung ke dalam dialog dan sistem infrastruktur ini berarti kesempatan strategis untuk ikut merancang dan memanfaatkan alternatif non-dolar dalam perdagangan dan investasi.
Dampak Ekonomi Indonesia Setelah Bergabung dengan BRICS
Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS membuka peluang besar dalam sektor perdagangan dan investasi. Negara-negara anggota BRICS memiliki populasi gabungan sekitar 3,7 miliar orang, atau hampir 46% dari total penduduk dunia, dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Hal ini menjadikan BRICS sebagai pasar potensial bagi produk-produk Indonesia, seperti energi, pangan, teknologi, dan infrastruktur. Keanggotaan ini juga memberikan akses ke New Development Bank (NDB) BRICS, yang menawarkan pembiayaan proyek tanpa syarat ketat, memberikan fleksibilitas bagi Indonesia dalam pembangunan infrastruktur.
BRICS Pay adalah sistem pembayaran digital lintas batas yang dikembangkan oleh negara-negara anggota BRICS. Sistem ini memungkinkan transaksi internasional menggunakan mata uang lokal, mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Diluncurkan pada Maret 2024, BRICS Pay bertujuan untuk memfasilitasi transaksi yang lebih cepat, murah, dan aman antara negara-negara anggota.
Indonesia berpeluang untuk terlibat dalam sistem ini, mengingat kesamaan visi dalam mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional. Namun, implementasi BRICS Pay memerlukan waktu dan kesiapan infrastruktur yang matang. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, menyatakan bahwa pelaku usaha mendukung upaya diversifikasi sistem pembayaran nasional dengan mata uang asing selain dolar AS, termasuk mekanisme BRICS Pay yang sedang dikembangkan. Namun, ia menilai bahwa penerapan BRICS Pay masih membutuhkan mekanisme yang panjang, khususnya untuk membuktikan parameter kepercayaan, keamanan, dan efisiensi mekanisme pembayaran yang ditawarkan.
Meskipun terdapat berbagai peluang, bergabungnya Indonesia ke BRICS juga membawa tantangan. Ketergantungan berlebihan pada pasar negara-negara BRICS dapat membuat Indonesia rentan terhadap dinamika internal blok tersebut. Misalnya, ketegangan antara India dan Tiongkok, dua kekuatan utama dalam BRICS, bisa berdampak pada konsistensi kerja sama ekonomi di dalam blok. Selain itu, dalam konteks perdagangan internasional, perubahan preferensi pasar dan volatilitas ekonomi di antara negara-negara BRICS dapat berdampak langsung pada ekspor Indonesia, terutama sektor pertanian, energi, dan manufaktur.
Keanggotaan dalam BRICS juga dapat memicu ketegangan hubungan dengan negara-negara Barat, seperti AS dan sekutunya. Ekonom Senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menuturkan bahwa masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS dapat mengganggu hubungan dengan AS. Namun, ia mengingatkan Indonesia untuk tidak takut dan tetap berani melangkah untuk bergabung ke BRICS jika hal tersebut akan menguntungkan negara.
Akses ke New Development Bank (NDB): Peluang Pendanaan Infrastruktur
Salah satu keuntungan utama bergabungnya Indonesia ke BRICS adalah akses ke New Development Bank (NDB), lembaga keuangan multilateral yang didirikan oleh negara-negara BRICS. NDB telah mendanai lebih dari 96 proyek dengan nilai sekitar 32 miliar dolar AS di negara-negara anggota BRICS dan mulai melibatkan negara-negara di luar BRICS. Dengan bergabungnya Indonesia, NDB dapat menjadi alternatif pendanaan yang fleksibel untuk proyek-proyek infrastruktur besar di dalam negeri.
Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa keanggotaan Indonesia di NDB akan membantu mempercepat transformasi ekonomi Indonesia. Sektor-sektor prioritas seperti energi terbarukan, biodiesel, dan pengembangan teknologi menjadi fokus utama dalam potensi kerja sama dengan NDB.
Peluang Ekspansi Pasar dan Kerja Sama Sektor Energi
Keanggotaan Indonesia di BRICS membuka peluang besar dalam sektor energi. Negara-negara anggota BRICS, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, memiliki pengaruh besar dalam pasar minyak global. BRICS kini memproduksi sekitar 43% dari total minyak mentah dunia. Hal ini memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan kolaborasi dalam sektor energi dan teknologi bersih, sejalan dengan prioritas pemerintah untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
Selain itu, keanggotaan Indonesia dalam BRICS juga memperluas akses ke pasar non-tradisional seperti Amerika Selatan dan Afrika. Pada 2022, total nilai perdagangan Indonesia dengan anggota BRICS mencapai 93,16 miliar dolar AS, dengan sebagian besar berasal dari perdagangan dengan China. Namun, perdagangan dengan negara-negara seperti Brasil dan Afrika Selatan masih relatif kecil, yang menunjukkan potensi besar yang bisa digali.
Tantangan: Ketergantungan dan Risiko Geopolitik
Meskipun terdapat berbagai peluang, bergabungnya Indonesia ke BRICS juga membawa tantangan. Ketergantungan berlebihan pada pasar negara-negara BRICS dapat membuat Indonesia rentan terhadap dinamika internal blok tersebut. Misalnya, ketegangan antara India dan Tiongkok, dua kekuatan utama dalam BRICS, bisa berdampak pada konsistensi kerja sama ekonomi di dalam blok.
Selain itu, keanggotaan dalam BRICS dapat memicu ketegangan hubungan dengan negara-negara Barat, seperti AS dan sekutunya. Ekonom Senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menuturkan bahwa masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS dapat mengganggu hubungan dengan AS. Namun, ia mengingatkan Indonesia untuk tidak takut dan tetap berani melangkah untuk bergabung ke BRICS jika hal tersebut akan menguntungkan negara.
Posisi Strategis Indonesia dalam BRICS
Indonesia kini menjadi anggota penuh BRICS, blok ekonomi yang mencakup Brasil, Rusia, India, Tiongkok, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab. Dengan bergabungnya Indonesia, BRICS kini mewakili sekitar 50% populasi dunia dan 35% PDB global.
Presiden Prabowo Subianto menekankan bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS adalah langkah strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di panggung global dan menunjukkan komitmen terhadap kerja sama multilateral yang inklusif dan berkeadilan.
Komitmen Indonesia dalam BRICS
Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi aktif dalam agenda BRICS, terutama dalam bidang ketahanan ekonomi, kerja sama teknologi, dan pembangunan berkelanjutan. Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa keanggotaan ini mencerminkan peran aktif Indonesia dalam isu-isu global dan komitmen untuk memperkuat kerja sama multilateral guna menciptakan struktur global yang lebih inklusif dan adil.
Indonesia juga menekankan pentingnya kerja sama Selatan-Selatan dan memastikan bahwa suara serta aspirasi negara-negara Global South didengar dan diwakili dalam proses pengambilan keputusan di tingkat global.
Dampak Positif bagi Indonesia
Peningkatan Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan
Keanggotaan Indonesia di BRICS membuka peluang baru dalam sektor perdagangan dan investasi. Dengan akses ke pasar negara-negara anggota BRICS, Indonesia dapat memperluas ekspor dan menarik investasi asing langsung. Selain itu, kerja sama dalam bidang teknologi dan inovasi dapat mempercepat transformasi digital dan industri di Indonesia.
Akses ke Pendanaan Infrastruktur
Baca Juga : BSU Rp 600 Ribu Apakah Cair Setiap Bulan? Simak Jadwal Lengkapnya
Melalui New Development Bank (NDB), Indonesia dapat memperoleh pembiayaan untuk proyek-proyek infrastruktur besar tanpa syarat ketat dari lembaga keuangan internasional lainnya. Hal ini penting untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.
Peran Aktif dalam Reformasi Tata Kelola Global
Dengan bergabungnya Indonesia, BRICS dapat memperkuat upaya reformasi institusi tata kelola global seperti PBB, IMF, dan Bank Dunia. Indonesia dapat berperan aktif dalam mendorong perubahan yang lebih adil dan representatif dalam sistem global.
Tantangan yang Perlu Dihadapi
Ketergantungan pada Negara-Negara BRICS
Keanggotaan dalam BRICS dapat meningkatkan ketergantungan Indonesia pada negara-negara anggota dalam hal perdagangan dan investasi. Hal ini dapat menjadi tantangan jika terjadi ketegangan atau perubahan kebijakan di negara-negara tersebut.
Isu Geopolitik dan Hubungan dengan Negara Barat
Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS dapat mempengaruhi hubungan dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan sekutunya. Namun, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjaga kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif, serta tidak berpihak pada blok tertentu.
Prospek Masa Depan Indonesia dalam BRICS
Keanggotaan Indonesia di BRICS membuka peluang besar untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi dan politik di kawasan dan dunia. Dengan komitmen terhadap kerja sama multilateral dan reformasi tata kelola global, Indonesia dapat berperan penting dalam membentuk tatanan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.
Peluang Investasi Hijau dan Energi Terbarukan
Keanggotaan Indonesia dalam BRICS membuka peluang besar dalam sektor energi terbarukan dan investasi hijau. Melalui kerja sama dengan negara-negara anggota, Indonesia dapat mengembangkan industri hijau dan ekonomi sirkular. Contohnya, Indonesia sedang mengembangkan biodiesel berbasis CPO (B20 hingga B40) sebagai energi terbarukan. Kerja sama dengan Brasil, yang memiliki pengalaman dalam bioenergi, dapat memperkuat sektor ini.
Selain itu, BRICS juga mendukung pengembangan teknologi hijau dan kolaborasi dalam energi bersih. Melalui New Development Bank (NDB), Indonesia dapat memperoleh pendanaan untuk proyek-proyek energi terbarukan yang mendukung transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
Diversifikasi Pasar Ekspor dan Investasi
BRICS memberikan akses ke pasar negara-negara berkembang dengan konsumsi tinggi, seperti Brasil, India, dan Tiongkok. Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan ekspor komoditas seperti kelapa sawit, kopi, dan produk perikanan, serta barang manufaktur. Diversifikasi pasar ekspor ini penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional yang rentan terhadap fluktuasi dan kebijakan proteksionis.
Selain itu, BRICS menawarkan peluang investasi asing langsung (FDI) dari negara-negara anggota yang memiliki kapasitas investasi besar. Investasi ini dapat mempercepat pembangunan infrastruktur dan sektor strategis di Indonesia, menciptakan lapangan kerja, dan mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional.
Kolaborasi Teknologi dan Inovasi
Kerja sama dalam bidang teknologi dan inovasi menjadi salah satu fokus utama BRICS. Negara-negara anggota, seperti Tiongkok dan India, memiliki keunggulan dalam teknologi digital, kecerdasan buatan, dan fintech. Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadopsi dan mengimplementasikan teknologi canggih, mempercepat transformasi digital, dan meningkatkan daya saing industri nasional.
Melalui kolaborasi ini, Indonesia juga dapat memperkuat kapasitas riset dan pengembangan, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang teknologi dan inovasi.
Peran Strategis Indonesia dalam BRICS
Keanggotaan Indonesia dalam BRICS memperkuat posisinya sebagai kekuatan ekonomi dan politik di kawasan dan dunia. Indonesia dapat berperan aktif dalam mendorong reformasi tata kelola global, memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang, dan membentuk tatanan dunia yang lebih inklusif dan adil.
Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan BRICS sebagai platform untuk memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, meningkatkan kapasitas pembangunan nasional, dan memperluas jejaring diplomatik dengan negara-negara berkembang lainnya.
Indonesia di BRICS dan Masa Depan Ekonomi Nasional
Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS merupakan langkah strategis yang membuka berbagai peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional. Keanggotaan ini memberikan akses ke pasar besar dan sumber pendanaan alternatif melalui New Development Bank, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di kancah global.
Meski demikian, Indonesia tidak akan serta merta meninggalkan dolar AS dalam waktu dekat. Langkah ini lebih tepat dipandang sebagai upaya diversifikasi dan penguatan kedaulatan ekonomi dengan mengembangkan sistem pembayaran alternatif serta memperluas kerja sama multilateral.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa keikutsertaan Indonesia di BRICS adalah bagian dari strategi untuk memperkuat kemandirian ekonomi dan diplomasi yang bebas aktif. Indonesia tetap menjaga keseimbangan antara hubungan dengan negara-negara Barat dan blok negara berkembang seperti BRICS, demi kemajuan bangsa dan stabilitas nasional.
Dengan komitmen dan kesiapan yang matang, bergabungnya Indonesia di BRICS akan menjadi peluang besar untuk mendorong transformasi ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing di panggung dunia.