JATIMTIMES - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) dan Uni Eropa memperkuat kolaborasi dalam produksi beras berkelanjutan. Hal ini menjadi poin penting ketika Wakil Gubernur (Wagub) Jatim Emil Elestianto Dardak menerima kunjungan delegasi Uni Eropa, Selasa (1/7/2026) petang.
Duta besar (Dubes) Uni Eropa Denis Chaibi memimpin rombongannya, didampingi oleh 12 duta besar dan perwakilan negara-negara anggota Uni Eropa. Pertemuan ini membahas kolaborasi dalam mendorong produksi beras berkelanjutan melalui SWITCH-Asia Low Carbon Project (Proyek Beras Rendah Karbon SWITCH-Asia).
Baca Juga : Menulis Jawa, Melawan Kolonial: Kiprah Carl Friedrich Winter dalam Lembar Koran Bromartani
Dalam kesempatan tersebut, Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak menjelaskan, Jatim merupakan provinsi kontributor terbesar kedua bagi perekonomian Indonesia. Selain itu, lanjut Emil, Jatim adalah produsen beras terbesar di Indonesia.
"Lebih dari seperenam dari PDB Indonesia berasal dari Jawa Timur, dan Jawa Timur turut menyumbangkan sekitar 25 persen dari produksi manufaktur nasional. Meskipun Jawa Timur merupakan pusat manufaktur, provinsi kami juga menyandang status sebagai penghasil komoditas agrikultur tertinggi di Indonesia," ungkapnya di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
Lebih lanjut, Emil Dardak menilai, menjaga keseimbangan antara dua sektor yang berbeda tersebut tidak selalu mudah. Oleh karena itu, pihaknya mendukung inisiatif seperti proyek ini, untuk menerapkan metode panen dan pascapanen yang rendah karbon dan lebih ramah lingkungan.
"Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyambut baik inovasi dan teknologi praktik pertanian hasil kolaborasi ini yang dapat mengurangi emisi karbon tanpa mengorbankan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani,” papar mantan Bupati Trenggalek itu.
Sementara itu, Dubes Uni Eropa Denis Chaibi memaparkan, SWITCH-Asia Low Carbon Rice Project yang didanai Uni Eropa mendukung aktor produsen beras lokal. Program ini telah memberikan dukungan dan pendampingan ke 150 penggilingan padi di Jawa Tengah dan Jatim, termasuk di Kabupaten Ngawi dan Madiun.
Program ini mempromosikan praktik pascapanen yang berkelanjutan dengan beralih dari penggilingan bertenaga diesel ke penggilingan berbasis energi listrik - sebuah inovasi yang berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 13,8 persen di tingkat penggilingan, sekaligus mengurangi biaya energi serta meningkatkan kualitas beras dan mata pencaharian petani.
Baca Juga : Langsung Olahraga Setelah Bangun Tidur, Memang Aman?
“SWITCH-Asia Low Carbon Rice Project mewakili visi kolektif kami tentang pembangunan berkelanjutan yang memberikan hasil nyata. Dengan bekerja sama dengan petani, penggiling, dan pemerintah daerah di Jawa Timur, kami membangun rantai nilai yang lebih ramah lingkungan, memperkuat ketahanan pangan, dan menciptakan peluang ekonomi - sembari mengurangi jejak karbon dari salah satu sektor pangan vital di Indonesia. Uni Eropa bangga menjadi bagian dari transformasi ini,” ujar Denis Chaibi.
Sebelum pertemuan di Surabaya, di hari yang sama, rombongan Uni Eropa telah melaksanakan kunjungan lapangan ke salah satu lokasi proyek SWITCH-Asia Low Carbon Rice di Madiun.
Mereka berdialog dengan para produsen beras setempat dan meninjau langsung penggilingan-penggilingan padi berbasis energi listrik yang telah direvitalisasi menjadi rendah karbon. Rombongan Uni Eropa juga turut berdiskusi terkait praktik-praktik optimal untuk produksi beras berkelanjutan dengan para mitra pelaksana.
Sebagai informasi, SWITCH-Asia Low Carbon Rice Project diimplementasikan oleh Preferred by Nature, bekerja sama dengan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) dan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), di bawah naungan SWITCH-Asia Programme.