free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Sekolah Sampai Entek: Dosen Perempuan Unisba Blitar Menyalakan Obor Kartini di Tengah Stereotip

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Dr. Nik Haryanti, M.Pd.I, dosen Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar, membagikan semangat Kartini kepada generasi muda dengan menekankan pentingnya pendidikan tinggi bagi perempuan. (Foto: Ist)

JATIMTIMES - Di balik pagar kampus Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar, seorang perempuan berdiri tegak membawa semangat Kartini yang tetap menyala. Ia bukan hanya dosen, tapi juga ibu, pembelajar seumur hidup, dan penggerak pemberdayaan. Dialah Dr. Nik Haryanti, M.Pd.I, akademisi yang membuktikan bahwa pendidikan tinggi bukan monopoli kaum pria.

Lahir dari keluarga petani, Nik menapaki jenjang pendidikan tanpa sokongan beasiswa negara. Ia menuturkan, beasiswanya berasal dari “Gusti Allah”—sebuah ungkapan spiritual yang mencerminkan keteguhan dan keyakinan bahwa ilmu adalah jalan cahaya. Dari sarjana, magister, hingga doktor, ia melangkah dengan tekad perempuan yang tak ingin menyerah pada nasib.

Baca Juga : Tingkatkan Layanan Bagi Disabilitas di Kediri, Mbak Vinanda Launching Bus MAPAN CERIA

“Saya ingin menjadi contoh bahwa perempuan bisa menyelesaikan sekolah hingga tuntas, bahkan sampai S3,” katanya dalam rilis yang diterima redaksi ini, Senin, 21 April 2025, bertepatan dengan Hari Kartini. Pesannya pada anak-anaknya sederhana, tapi tajam: “Sekolahlah sampai entek.”

Hari Kartini memang selalu menjadi ruang refleksi tentang relasi perempuan dan pendidikan. Raden Ajeng Kartini dulu menulis tentang kegelisahan kaum perempuan yang dikekang adat, dibatasi ruang. Hari ini, bayang-bayang itu masih ada. Stereotip bahwa perempuan cukup berakhir di dapur, sumur, dan kasur belum benar-benar punah.

Menurut Nik, masih banyak masyarakat yang menganggap pendidikan tinggi lebih penting bagi laki-laki. "Padahal, perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ilmu yang ia peroleh bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk membentuk generasi yang lebih baik," ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Pendidikan, tegasnya, tak akan pernah sia-sia. Perempuan dengan wawasan dan akhlak akan melahirkan anak-anak yang cerdas dan tangguh. Dalam jangka panjang, ini berdampak pada kualitas bangsa. Ia mengamini kalimat bijak yang sering dikutip para pegiat emansipasi: “Perempuan itu tiang negeri.”

Namun, jalan menuju pendidikan tinggi tak selalu lapang. Biaya mahal, tekanan ekonomi, dan pandangan konservatif menjadi penghalang. Ia menyebut, masih banyak orang tua yang ragu menyekolahkan anak perempuannya, takut kalau akhirnya hanya menjadi ibu rumah tangga. Padahal, menurutnya, menjadi ibu rumah tangga yang terdidik justru aset bangsa.

Ada juga kisah lain: orang tua tanpa pendidikan tinggi tapi memiliki mimpi besar untuk anak perempuannya. Mereka, menurut Nik, adalah pahlawan tak bernama. “Mereka sadar betul bahwa pendidikan adalah modal untuk masa depan yang cerah,” katanya.

Ia berharap hadirnya tokoh-tokoh perempuan berpendidikan tinggi bisa menjadi inspirasi dan penegas bahwa perempuan bukan warga kelas dua. Lewat ruang kuliah, seminar, dan pengabdian masyarakat, ia terus menyuarakan pentingnya pendidikan yang inklusif dan setara.

Baca Juga : Upacara Bareng Polwan di Peringatan Hari Kartini, Siswi SMKN 1 Panji Mengaku Termotivasi

Bagi Nik, perempuan tidak harus memilih antara keluarga dan pendidikan. Dua hal itu bisa berjalan seiring. Ia sendiri adalah bukti bahwa perempuan bisa mendidik anak, membangun keluarga, sekaligus menyelesaikan pendidikan tinggi. “Anak-anak saya tahu bahwa ibu mereka tidak pernah berhenti belajar. Saya ingin mereka meneladani itu,” ucapnya.

Perempuan, katanya, tidak boleh berhenti pada satu titik. Mereka harus terus bergerak, belajar, dan memantaskan diri untuk masa depan. Dunia membutuhkan lebih banyak perempuan berdaya, bukan hanya di ruang tamu, tapi juga di ruang rapat, ruang kelas, dan ruang pengambilan kebijakan.

Sebagai dosen, ia tidak sekadar mengajar teori. Ia sedang menyalakan semangat baru pada mahasiswinya, bahwa gelar bukan batas, melainkan pijakan untuk melompat lebih tinggi. Pendidikan, baginya, adalah jalan sunyi tapi terang menuju perubahan yang hakiki.

Di penghujung pernyataannya, Nik menitip pesan sederhana namun dalam kepada generasi muda: “Jangan takut sekolah sampai tinggi, jangan berhenti sampai kamu bisa memaksimalkan dirimu. Karena dari perempuanlah, masa depan bangsa ini ditentukan.”

Dan dari kampus Unisba Blitar, suara Kartini kini bergema lagi. Lewat langkah tegap seorang anak petani yang kini bergelar doktor.